Tumpang tindih jaminan sosial terjadi karena PT Asabri (Persero) dan PT Taspen (Persero) masih bersikeras mengelola dana pensiun dan tabungan hari tua. Padahal seharusnya dana pensiun mulai dialihkan kepada BPJS Ketenagakerjaan.
Jika merujuk pada Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Negara, ketiga pihak harus melebur dan menuntaskan penyusunan peta jalan (roadmap) terkait pengalihan Program Jaminan Sosial paling lambat 2014. Sayangnya hingga kini pengalihan pengelolaan dana pensiun dan tabungan hari tua belum dilakukan.
"Pada dasarnya ini terkait tumpang tindih regulasi. Kalau mau digabungkan, harus ada regulasi teknis yang mengatur itu. Sampai sekarang kan belum ada," ujar Wakil Ketua Badan Anggaran DPR RI, Jazilul Fawaid kepada wartawan di Jakarta, Selasa, 23 Juli 2019.
Ia menambahkan lambatnya pengalihan ini karena kinerja pemerintah terlambat mengeluarkan aturan turunan yang seharusnya terbit dua tahun setelah Undang-Undang BPJS diterbitkan. Sekretaris Kabinet lalai menunjuk kementerian atau lembaga yang bertugas menyusun rancangan peraturan tersebut.
Jika mengacu beleid yang ada, seharusnya dana pensiun terkoleksi secara mandiri atau fully funded. Hal ini lantaran pengelolaan dana pensiun yang dikelola ketiga pihak tadi mencapai delapan juta peserta dengan dana pengelolaan mencapai Rp270 triliun.
"Dengan kondisi saat ini, tentunya implementasi Program Jaminan Sosial dinilai sulit untuk diimplementasikan. Pemerintah hendaknya memacu agar pembiayaan pensiunan menjadi mandiri dan tidak membebani APBN. Tidak seperti sekarang yang tumpang tindih antara Taspen, Asabri dan BPJS," jelas dia.
Sementara itu, Kementerian Keuangan tak bisa merinci lebih jauh alasan pengalihan dana pensiun dan tabungan hari tua yang belum terlaksana. Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo tak ingin berspekulasi perihal tumpang tindih regulasi sistem jaminan sosial.
"Nanti saya cek dulu ya," kata Mardiasmo ditemui di DPR.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News