"Dengan menaikkan UMP emang bisa naik daya beli masyarakat? Justru malah makin turun, karena orang banyak PHK," katanya seusai mengikuti dialog 100 ekonom di Hotel Westin, Jakarta, Kamis, 17 Oktober 2019.
Menurutnya, kenaikan UMP justru mendorong tingginya pekerja di sektor informal atau tenaga outsourcing karena upahnya lebih rendah. Di sisi lain, kondisi tersebut dapat membuat perusahaan asing pindah ke negara yang memberikan potongan pajak bagi para karyawan.
"Jadi sekarang pengusaha di negara lain diberikan suitener dengan potongan pajak. Jadi lebih pilih sana dong," imbuhnya.
Selain itu, kenaikan UMP belum diperlukan lantaran tingkat inflasi masih rendah. Pemerintah bisa mendorong daya beli masyarakat dengan menurunkan komponen biaya logistik.
"Jadi pemerintah harus melihat komponen mana yang bisa diturunin. Sekarang itu komponen di luar UMP itu bebannya sangat berat misal delivery barang," tambah dia.
Kementerian Ketenagakerjaan sebelumnya menetapkan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2020 sebesar 8,51 persen.
Keputusan itu tertuang dalam surat edaran nomor B-M/308/HI.01.00/X/2019 tentang Penyampaian Data Tingkat Inflasi Nasional dan Pertumbuhan Produk Domestik Bruto.
Melalui Surat Edaran Kementerian Ketenagakerjaan tertanggal 15 Oktober lalu, kenaikan UMP tersebut dihitung berdasarkan pada data inflasi nasional dan pertumbuhan ekonomi nasional.
Rumus kenaikan upah itu pun telah diatur dalam PP Pengupahan Nomor 78 Tahun 2015 pasal 44 ayat (1) dan ayat (2).
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id