Illustrasi. FOTO ANTARA/Yudhi Mahatma.
Illustrasi. FOTO ANTARA/Yudhi Mahatma.

Menko Maritim tak Berwenang Tentukan Skema Blok Masela

Annisa ayu artanti • 23 Februari 2016 20:44
medcom.id, Jakarta: Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menegaskan keputusan skema fasilitas pengolahan blok Abadi Masela merupakan wewenang Presiden.
 
"Yang punya kewenangan memberi persetujuan Plan of Development adalah Menteri ESDM. Jadi bukan Menko," kata Kepala SKK Migas, Amien Sunaryadi saat ditemui di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (23/2/2016).
 
Amien menjelaskan, keputusan skema itu memang akan diumumkan oleh Menteri ESDM, Sudirman Said, sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo yakni mempertimbangkan kepentingan bangsa. Menurutnya, Presiden masih membutuhkan waktu yang lumayan lama sebelum memberi arahan ke Menteri ESDM

"Ini menurut saya. Nanti presiden pada waktunya akan memberikan arahan yang terbaik untuk negara ini kepada Menteri ESDM," jelas dia.
 
Lebih lanjut, Amien menuturkan, seharusnya yang terjadi saat ini bukan lah memperdepatkan skema fasilitas apa yang akan dibangun karena sejak 2009 keputusan itu sudah ditentukan yakni Offshore LNG.
 
"Urusan offshore atau onshore itu 2009. Pada 2009 sudah dibahas detil dan sudah diputuskan. Karena itu 2010 POD I bunyinya FLNG 2,5 mtpa," ujar dia.
 
Amien menambahkan, urusan yang seharusnya menjadi pembahasan pemerintah adalah kapasitas kilang blok Masela tersebut dari POD I yang mengatakan kapasitas itu 2,5 mtpa menjadi 7,5 mtpa.
 
"Terus Menteri ESDM akan membuat keputusan persetujuan terhadap revisi POD I atau pun penolakan revisi POD I," pungkas dia.
 
Sebelumnya, melalui keterangan tertulis, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Rizal Ramli menyatakan bahwasannya pemerintah telah memutuskan akan mengembangkan blok Abadi Masela menggunakan skenario pembangunan kilang LNG di darat atau onshore.
 
“Keputusan itu diambil setelah dilakukan pembahasan secara menyeluruh dan hati-hati, dengan memperhatikan masukan dari banyak pihak. Pertimbangannya, pemerintah sangat memperhatikan multiplier effects serta percepatan pembangunan ekonomi Maluku khususnya, dan Indonesia Timur pada umumnya,” kata Rizal Ramli.
 
Lebih lanjut, Rizal pun mengklaim, berdasarkan kajian Kemenko Maritim, biaya pembagunan kilang darat (onshore) sekitar USD16 miliar. Sedangkan jika dibangun kilang apung di laut (offshore), biayanya mencapai USD22 miliar. 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SAW)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan