"Sesuai PKB (Perjanjian Kerja Bersama) setiap pekerja yang terkena rasionalisasi rata-rata bisa mendapat Rp4 miliar-Rp6 miliar di 2019 saat kontrak berakhir. Artinya untuk 700 pekerja JICT biaya rasionalisasinya mencapai lebih Rp3 triliun," ujar Siswanto dalam keterangan tertulis, Jakarta, Selasa 8 Agustus 2017.
Dia menjelaskan, jika perpanjangan kerja sama dibatalkan, pengelolaan dermaga yang menjadi terminal petikemas PT JICT saat ini akan kembali ke PT Pelindo II pada 2019. Dengan demikian, Pelindo II bakal mencari partner lain untuk mengelola terminal bekas JICT tersebut.
"Jika perpanjangan kontrak kerja sama batal, para pekerja PT JICT itu tidak akan punya kerjaan lagi, kan dermaganya dikembalikan ke Pelindo II saat kontrak berakhir di 2019," ungkapnya.
Kondisi JICT yang tidak bisa beroperasi mengharuskan PT JICT melakukan rasionalisasi. Sesuai PKB antara manajemen dan pekerja JICT, jika rasionalisasi dilakukan, perusahaan harus membayar kompensasi.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno menyebut karyawan JICT memiliki gaji bulanan dan bonus terbesar di sektor pelabuhan. Dia membandingkan dengan upah dari tenaga kerja di Terminal Peti Kemas (TPK) Koja dan TPK Kalibaru (New Priok).
"Di Pelindo II itu ada TPK Koja dan Kalibaru, gaji mereka jauh di bawah karyawan JICT. Partner kita Hutchison juga mengatakan, dari seluruh pelabuhan yang mereka operasikan, gaji karyawan Indonesia (JICT) paling tinggi," ungkapnya.
Senada, Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan bahkan menyebut pendapatan pekerja JICT melebihi gaji menteri. "Gaji mereka nomor dua tertinggi di dunia, untuk operator Rp36 juta. Gaji saya saja yang menteri Rp19 juta," tutur Luhut beberapa waktu lalu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News