Untuk itu, menurut dia, yang perlu dilakukan antara lain percepatan pelatihan SDM konstruksi, penguasaan teknologi, harmonisasi regulasi, dan penguatan struktur usaha serta kerja sama regional konstruksi. Dengan demikian, lanjutnya, setiap stakeholders (pemangku kepentingan) jasa konstruksi dapat menyikapi terbentuknya MEA pada akhir tahun 2015 secara proporsional.
Dia juga menginginkan agar pemberlakuan pasar tunggal ASEAN hendaknya tidak dipandang sebagai ancaman masuknya pelaku usaha dari negara anggota ASEAN lainnya ke Indonesia. "Namun harus dapat dimanfaatkan sebagai peluang bagi pelaku usaha Indonesia untuk memperluas penetrasi pasar ke negara-negara ASEAN tersebut," ujarnya.
Sebagaimana diberitakan, Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Raja Sapta Oktohari meminta pemerintah memberikan perlindungan bagi pengusaha menjelang penerapan MEA 2015 melalui sistem standarisasi. "Setiap produk yang punya potensi andalan lokal harus ada standarisasi agar bisa keluar (ekspor). Begitu pula sebaliknya, yang dari luar pun kalau tidak memenuhi standar, tidak boleh masuk sini," ucap Okto beberapa waktu lalu.
Menurut dia, dengan kebijakan regional seperti MEA, membuat standarisasi sebagai pelindung pasar lokal merupakan hal yang sangat teramat penting. Selain itu, Indonesia dinilai harus segera mempersiapkan berbagai perangkat Undang-Undang maupun peraturan dalam bidang hukum bisnis menjelang mulai bergulirnya MEA pada akhir 2015.
"Banyak UU dan peraturan yang harus dibereskan, supaya ketika MEA sudah diterapkan tidak lagi terjadi berbagai masalah terutama soal perjanjian atau sengketa bisnis antarnegara ASEAN," kata praktisi hukum bisnis dari Unpad Dhaniswara K Hardjono di Jakarta, kemarin.
Dia mengingatkan bahwa kegiatan bisnis selalu bersifat dinamis, sehingga dari saat ini perlu evaluasi apakah perangkat-perangkat hukum bisnis dan perjanjian bisnis sudah siap menyambut MEA 2015. (Antara)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News