"Menerapkan teknologi genomik tidak gratis, kita enggak bisa bergantung pada dana subsidi. Harus ada bisnis gain," kata Direktur Utama BPDP Kelapa Sawit Bayu Khrisnamurthi, di Kantor Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (5/4/2016).
Dirinya menambahkan, risiko bibit gagal atau bibit jelek itu baru diketahui setelah empat tahun sampai lima tahun, yaitu saat tanaman mulai berbuah. Dengan peta genome, dapat disediakan bibit yang lebih produktif dan yang utama mampu memberu akurasi teknis hingga risiko bibit gagal atau bibit jelek hanya 0,5 persen.
"Sebab kalau enggak pakai teknologi potensi kerugiannya itu sampai 30 persen. Kalau pakai teknologi kerugian potensinya hanya sebesar 0,5 persen," jelas dia.
Selain itu, proses peremajaan perkebunan sawit rakyat juga bertujuan untuk memperbaiki minyak kelapa sawit atau Cruide Palm Oil (CPO) yang dihasilkan. Pasalnya jika dibandingkan perusahaan swasta, produktivitas perkebunan rakyat hanya setengahnya.
"Pada perkebunan rakyat, produktivitas per hektare mencapai dua hingga tiga ton CPO per hektare per tahun. Sedangkan perusahaan swasta telah mencapai lima hingga tujuh ton CPO per hektar per tahun," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News