Dirjen Standardisasi dan Perlindungan Konsumen (SPK) Widodo mengaku, saat ini LS-Pro tersebar di seluruh Indonesia dengan pendirian bersifat mandiri. Hal inilah yang membuat LS-Pro sulit untuk dikembangkan lebih lanjut.
"LS-Pro kan tersebar di Indonesia. LS-Pro ini mandiri, ada yang LS-Pro swasta, ada yang milik pemerintah. Milik pemerintah itu ada di Kementerian Perdagangan dan ada yang di Kementerian Perindustrian," ujar Widodo, saat ditemui di ITC Mangga Dua, Jakarta Pusat, Jumat (13/11/2015).
Ia menjelaskan, saat ini pengurusan LS-Pro berdiri sendiri dan berbeda dengan pengurusan SPPT SNI. Tak hanya itu, sistem manual dalam pengurusan dokumen pun membuat produsen dan importir enggan mengurus.
"Kita harapkan nanti online. Jadi pada saat mengurus LS-Pro, maka saat itu pula langsung data perusahaan sudah punya SPPT SNI untuk satu produk. Kita coba untuk membuat program aplikasi bahwa nanti NPB (Nomor Pendaftaran Barang) juga melalui sistem. Begitu klik, terbit juga (NPB)," papar dia.
"Dampaknya ini si pelaku usaha harus datang bawa SPPT SNI untuk memohon NPB. Kalau tidak ada SPPT SNI kan tidak bisa terbit. Ini bukan pekerjaan yang mudah karena LS-Pro tersebar di seluruh Indonesia. Jadi nanti secara alami LS-Pro akan online," tutup Widodo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News