"Dengan adanya itu, maka daya saing sepatu kita saja sudah kalah, karena kena bea masuk 12-15 persen. Kita kalah dengan Vietnam yang tidak terkena bea masuk," ucapnya, ditemui di Gedung BKPM, Jakarta, Kamis (3/12/2015).
Sekarang saja, diakui Franky, industri sepatu dalam negeri sudah kalah dengan Vietnam, begitu pun industri lainnya. Jika tidak masuk dalam TPP, Indonesia makin kalah daya saingnya dengan Vietnam.
Masuk ke dalam TPP, dia menekankan, tidak akan mematikan industri dalam negeri. Di perjanjian TPP sudah ada ketentuan yang memungkinkan negara anggota untuk meminta waktu persiapan bagi produk-produk tertentu sebelum dipasarkan.
"Ada klausul yang mungkin negara bergabung dalam TPP untuk usulkan waktu kesiapan. Misal Jepang, produk pertanian dia bahkan butuh waktunya mencapai 30 tahun," sebut dia.
Selama waktu persiapan, menurutnya, Indonesia bisa mengatur strategi untuk memperkuat industrinya yang dimiliki. Agar Indonesia bisa bersaing di pasar bebas TPP.
Secara tidak langsung pun, sambung dia, TPP pun mendorong negara anggotanya supaya memajukan industri yang dimiliki.
"Peran pemerintah mendorong industri selama waktu yang telah disiapkan. Jadi TPP bukan hanya pasar, tapi meningkatkan standar, itu otomatis akan terjalani. Jadi seharusnya tidak ada yang tidak siap untuk maju ke TPP," tegas Franky.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News