"Ini berdampak banyak dan multiplier effect-nya sangat negarif. Ini akan ke sana berdampak semua ke industri menengah ke bawah. Jangan sampai itu terjadi," ucap Wakomtap Industri Hulu dan Petrokimia Kadin Indonesia Achmad Widjaja, dalam keterangan resminya, Senin, 2 April 2018.
Pengenaan cukai kepada plastik, tambah dia, dipastikan akan makin membebani industri, setelah sebelumnya pemerintah sudah menaikkan tarif listrik dan gas untuk industri. Konsekuensinya, harga produk menjadi tidak kompetitif. Sejumlah sektor yang diperkirakan akan terkena dampak negatif aturan tersebut, di antaranya peralatan rumah tangga, otomotif, kemasan, dan lainnya.
Seharusnya, lanjut dia, pemerintah mengenakan cukai ke barang mewah, bukan menyasar ke barang harian yang sering digunakan masyarakat, seperti plastik tersebut.
"Hari ini cukai rokok itu barang mewah, bukan barang harian. Minuman ringan dan keras juga barang mewah, minum air putih kan boleh. Kebutuhan harian kenapa jadi beban, itu enggak mendidik," tegas dia.
Dia menambahkan, pemerintah menginginkan penggunaan plastik itu bisa dibatasi, tapi jangan menggunakan cara dengan mengenakan tarif cukai ke plastik. Seharusnya pemerintah bisa memberikan edukasi ke masyarakat terkait plastik yang tidak boleh menjadi sampah.
"Itu sampah, seharusnya pemerintah edukasi ke masyarakat. Kenapa tidak disuruh daur ulang. Itu akan menjadi industri. Kalau dengan cara mengenakan tarif cukai ke plastik, itu hambatan bagi banyak industri. Kami tidak menginginkan itu," sebut dia.
Plastik bekas pakai, tuturnya, bahkan bisa menjadi bahan campuran berbagai produk lainnya. Mulai dari bahan campuran aspal, material konstruksi, seperti paving, bata untuk dinding, atap, dan lain sebagainya. Maka dari itu, Kadin sangat tidak setuju dengan rencana pengenaan tarif cukai ke barang plastik.
"Kami tidak setuju, itu bukan barang mewah. Seharusnya masyarakat itu harus dididik, biar daur ulang sampah plastik bisa menjadi industri bagi masyarakat," tuturnya.
Wakil Ketua Komisi VI DPR Inas Nasrullah Zubir juga tidak setuju dengan rencana pemerintah tersebut. Pengenaan cukai plastik bukan jalan keluar yang terbaik bagi pemerintah dalam mengurangi sampah plastik.
"Tujuannya kan membatasi sampah plastik. Bukan jadi jalan keluar baik untuk pemerintah. Plastik yang digunakan masyarakat ke yang lain. Di Eropa, plastik yang sudah bekas pakai, akan diolah lebih lanjut oleh menjadi bahan baku untuk industri lainnya," ungkap Inas.
Oleh karena itu, dia menyatakan, rencana pemerintah mengenakan cukai plastik harus ditinjau ulang. Seperti halnya pengenaan tarif kantong plastik di supermarket yang saat ini sudah tidak berjalan, padahal sebelumnya sudah ditentukan pemerintah sebesar Rp200.
"Cukai plastik tidak bisa dilakukan, dan kami akan minta aturan tersebut harus ditinjau ulang. Tidak realistis lah. Kalau ini diterapkan, plastik ini naik, berpengaruh ke banyak sektor, bukan hanya plastik, ember dan perabotan rumah tangga yang lain juga akan naik harganya. Masyarakat lagi yang akan menangung beban ini. Tidak akan tercapai lah," tukas Inas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News