Ilustrasi kelapa sawit (CPO). ANTARA FOTO/Wahyu Putro
Ilustrasi kelapa sawit (CPO). ANTARA FOTO/Wahyu Putro

Pengembangan Biodiesel Sawit Butuh Dukungan Kebijakan

Ade Hapsari Lestarini • 04 September 2015 19:39
medcom.id, Jakarta: Pengembangan biodiesel sawit di Tanah Air dinilai masih dalam taraf rintisan, sehingga dibutuhkan dukungan kebijakan pemerintah yang berkelanjutan agar iklim usaha menjadi kondusif.
 
Pemerintah pun perlu mempertimbangkan penetapan besaran volume Public Service Obligation (PSO) dalam pelaksanaan mandatori B-15 dilakukan secara prorata berdasarkan kapasitas terpasang masing-masing produsen yang telah terdaftar dan diverifikasi  Ditjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE).
 
Dirut Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit Bayu Krisnamurthi menegaskan pemerintah akan mengawasi perusahaan pemasok biodiesel secara ketat sehingga mereka tidak bisa bermain-main dengan kapasitas produksi yang mereka punyai.

"Produsen itu kapasitas produksinya misalnya 50 ribu kiloliter (kl), maka dia hanya bisa memasok sesuai kapasitas tidak bisa lebih. Itu verifikasinya ada di kementrian ESDM secara ketat," tukas Bayu di diskusi optimasi industri sawit khususnya energi terbarukan yang diselenggarakan Kamar Dagang Indonesia (Kadin), di Jakarta, seperti dikutip dalam keterangan tertulisnya, Jumat (4/9/2015).
 
Dia menambahkan, sisa PSO yang ada tahun ini mencapai 750 ribu kl. Meski demikian, tahun depan kapasitasnya akan meningkat mencapai 1,5 juta kl.
 
"Bagi kawan-kawan yang mempunyai kapasitas produksi besar, mohon bersabar nanti tahun depan bisa ditingkatkan. Saat ini karena sisa sedikit maka dibagi rata," lanjut dia.
 
Selain untuk memberi insentif bagi para pengusaha yang sudah berkiprah, pembagian prorata ini juga membatasi peluang bagi hadirnya para broker yang sekadar bermodal kuota saja tanpa memiliki akses produksi.
 
"Sejak awal, biodiesel jenis sawit harus membangun tata kelola yang bagus agar tecipta iklim usaha yang kondusif dan efisien," tambah Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Agribisnis dan Pangan, Franky Oesman Widjaja.
 
Intensifikasi dan Ekstensifikasi Perkebunan Sawit
 
Selain itu, pemerintah juga diusulkan untuk terus mendukung upaya intensifikasi dan ekstensifikasi perkebunan sawit. Kedua hal ini dibutuhkan agar ketersediaan pasokan CPO terus terjaga baik untuk kebutuhan pangan dan kebutuhan energi terbarukan.
 
"Ke depan, pemanfaatan biodiesel sebagai energi terbarukan akan semakin besar. Ini harus ditopang dengan ketersediaan pasokan CPO agar indusri biodiesel nasional bisa kompetitif," kata Franky.
 
Menurut Bayu, intensifikasi perkebunan sawit antara lain akan ditopang melalui guyuran dana untuk riset dan pengembangan dari hasil dana pungutan sawit yang disetor pengusaha sawit.
 
"R&D diarahkan untuk mendapatkan benih unggul baik dari sisi produktivitas maupun penggunaan bahan pendukungnya," kata Bayu.
 
Selain itu, usulan kebijakan lain yang mengemuka adalah penetapan sanksi bagi badan usaha yang tak melaksanakan mandatori B-15. "Sanksi ini harus cukup besar secara finansial agar badan usaha tak mangkir karena lebih memilih membayar denda," tutur Franky.
 
Franky pun juga mengusulkan adanya insentif fiskal untuk memperkuat industri sawit dalam energi terbarukan. Misalnya tax holiday atau tax allowance bagi para pelaku industri biodiesel.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AHL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan