"Kalau itu dirancang untuk mobil nasional saya juga tidak yakin karena seberapa besar local content yang dapat diberikan oleh Proton?" ujar pengamat transportasi, Ki Darmaningtyas kepada Media Indonesia, Minggu (8/2/2015).
Jika memang konten lokal masih kurang dari 80 persen, menurut dia, bukan termasuk mobil nasional, hanya mobil luar negeri yang dirakit di Indonesia.
Ketidakyakinan tersebut juga melihat belum ada bukti pasaran mobil Proton di Indonesia sudah cukup prospektif. Salah satu contohnya taksi yang memakai mobil Proton tidak berkembang dan harga purna jualnya rendah.
Masyarakat Indonesia, lanjut Darmaningtyas juga sudah cerdas memilih produk unggul atau tidak dari merek-merek otomotif dan elektronik yang ada. Jadi tidak mengherankan banyak produk seperti mobil Timor yang dijual dengan harga rendah dan motor Tiongkok yang sempat melambung di awal 2000 dengan harga kompetitif, merosot karena kualitas dan harga purna jual rendah.
Oleh sebab itu, Darmaningtyas tidak bisa mengatakan dengan kerja sama tersebut pihak Proton yang paling diuntungkan. Kerja sama yang dilakukan dua hari lalu tersebut hanya sekedar kerja sama biasa.
"Istimewanya hanya karena di depan Presiden Jokowi saja," cetusnya. Tapi dari segi bisnis itu biasa saja.
Kerja sama tersebut juga tidak ada hubungannya sama sekali dengan kepentingan publik dalam mengembangkan transportasi massal. Menurutnya, masyarakat Indonesia akan tetap memilih membeli mobil murah ketimbang naik transportasi massal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News