Anggaran tersebut digunakan untuk melanjutkan pelunasan pembelian tanah dan bangunan yang terkena dampak lumpur Sidoarjo dalam peta area terdampak bagi rumah tangga maupun dunia usaha yang digunakan secara proprosional.
Wakil Ketua Banggar III, Jamaluddin Jafar, menerangkan tak ada masalah legislatif menyetujui usulan pemerintah itu. Lagi pula, kata Jamal hal tersebut telah sesuai dengan keinginan presiden (lewat Perpres SBY) agar masyarakat didahulukan.
"Kan itu penalangan, dan saya pikir juga enggak ada masalah karena itu kan jaminannya asetnya lebih dari Rp3 triliun. Negara enggak ada ruginya. Kenapa? Asetnya ada kok," kata Jamal pada Metrotvnews.com, Jakarta, Jumat (6/2/2015).
Lagi pula, jelas dia, PT Minarak Lapindo Jaya sebenarnya sudah melakukan kewajibannya, namun karena ada orang yang bermain untuk mengambil keuntungan di balik musibah, maka menjadi tak terselesaikan.
"Karena selalu naik NJOP-nya yang di sana, seumpama 1.000 setelah mau diganti langsung lompat, ini masalah masyarakat kita (main) kan. Jadi kalau naik-naik itu kan ya karena ada orang yang mengambil manfaat," ungkapnya.
Lebih lanjut, dirinya menambahkan, karena masalah Lumpur Lapindo tak kunjung usai dan menjadi beban bagi masyarakat kala itu Presiden RI ke-6 itu, SBY melalui Perpres membentuk Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) di bawah kuasa Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
"Saya pikir karena jadi beban masyarakat, dan presdien juga sudah melihat dan memang juga ada pengusulan dari awal melewati Menteri PU-Pera, ya ini valid," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News