Kepala Auditoriat VII D BPK Dadang Ahmad Rifa'i menyebut, salah satu temuan BPK yakni sebanyak 5.108 KPR Sejahtera FLPP dan SSA/SSB belum dimanfaatkan oleh debitur. Dari 5.108 unit rumah tersebut, sebanyak 538 unit merupakan hasil cek fisik oleh tim dan 4.570 unit berasal dari laporan BTN.
Padahal, sesuai Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor 21 Tahun 2016, debitur wajib memanfaatkan rumah sejahtera secara terus-menerus dalam waktu satu tahun.
"Akibatnya pencapaian tujuan program pemerintah dalam memberikan bantuan penyediaan rumah kepada Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) kurang efektif dengan masih adanya rumah yang tidak dihuni, dialihkan, dan proses dialihkan serta debitur/nasabah berpotensi tidak membayar tunggakan karena kewajibansudah dialihkan kepada pihak lain," ujar Dadang di Gedung BPK Jakarta, Selasa 3 Oktober 2017.
Dadang menyebut, tidak maksimalnya pemanfaatan KPR itu karena BTN yang berada di kantor cabang belum melaksanakan ketentuan terkait dengan pemanfaatan rumah KPR Sejahtera FLPP dan SSA/SSB secara optimal. Selain itu BTN tidak melaksanakan ketentuan pasal 62 huruf d Permen PUPR Nomor 21 Tahun 2016.
Selain masalah pemanfaatan KPR, persoalan KPR lainnya yakni belum proaktifnya BTN dalam mengajukan potensi klaim asuransi kredit macet senilai Rp366,01 miliar.
BTN juga belum sepenuhnya melaporkan monitoring hasil realisasi klaim asuransi kredit macet yang sudah terbayar. Yudi menjelaskan, dari nilai kredit macet/NPL (Non Performing Loan) KPR senilai Rp1,04 triliun, yang berpotensi dapat diajukan klaim asuransi kredit senilai Rp388,77 miliar atau 37,08 persen.
"Namun dari nilai tersebut yang ditagih dan dibayar klaimnya oleh PT Askrindo/Perum Jamkrindo hanya Rp22,75 miliar atau 5,85 persen, sehingga potensi nilai klaim asuransi kredit macet yang belum diterima BTN senilai Rp366,01 miliar," tukasnya.
Atas hal itu, kata Dadang, Direksi BTN mengaku sudah melakukan edukasi kepada calon debitur KPR Bersubsidi. Untuk pelaksanaan pengawasan dan pemantauan program KPR Sejahtera dan KPR SSB/ SSM menyatakan bahwa kegiatan pengawasan dan pemantauan dilaksanakan oleh Pemerintah (Direktorat Jenderal Pembiayaan Perumahan dan PPDP).
BPK pun merekomendasikan kepada direksi BTN untuk memerintahkan para kepala kantor cabang untuk membentuk tim pemantauan pemanfaatan rumah dan melaporkan hasilnya secara periodik kepada BLU PPDPP, sehingga BLU PPDPP dapat mengambil tindakan sesuai dengan kewenangan apabila terdapat indikasi penyimpangan dalam pemanfaatan rumah serta melaksanakan ketentuan pasal 62 huruf d Peraturan Menteri PUPR Nomor 21 Tahun 2016 dan secara bulanan melaporkan kepada BLU PPDPP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News