"Jangan terlalu banyak kebijakan. Kita di pengusaha sudah inflasi kebijakan. Di pemerintahan Presiden Jokowi saja ada 1.000 lebih aturan untuk dunia usaha. Yang dibutuhkan dunia usaha regulasi yang pas. Mana yang diregulasi dan mana yang tidak," kata Ketua Umum DPP HIPPI Suryani Motik, di Hotel Millenium, Jakarta, Kamis, 12 September 2019.
Menurutnya peraturan yang dibuat masih belum efektif dalam ranah koordinasi di level menteri dan daerah. Seharusnya ada peraturan yang satu sama lain saling terkait dan terinci sehingga memang memberikan dukungan terhadap perkembangan dunia usaha di Tanah Air.
"Peraturan yang dibuat di pusat koordinasi di level menteri dan daerah itu yang masih dilihat hari ini kurang. Kebijakan detailnya tidak ada," tuturnya.
Lebih lanjut, ia menekankan, menjadi Pekerjaan Rumah (PR) bagi pemerintah untuk mengurai benang kusut di birokrasi dalam rangka memberikan dukungan terhadap dunia usaha, terutama para pengusaha lokal atau pribumi. Jika benang kusut itu bisa terurai dengan baik bukan tidak mungkin bisa menghasilkan hal positif bagi pembangunan.
"Mengurangi benang kusut birokrasi jadi tantangan sendiri bagi mereka yang mau duduk sebagai menteri. Jangan dipikir jadi menteri itu enak. Kelihatannya enak diluar. Kalau rencana kerja tercapai saja tidak diapresiasi apalagi kalau kinerja tidak tercapai," ucapnya.
Di sisi lain, Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita menyatakan pihaknya akan segera mencabut sejumlah regulasi yang dianggap menghambat arus masuk investasi atau relokasi industri dari negara luar. "Arus masuk atau relokasi industri begitu banyak maka kita harus tangkap peluangnya," ujar Enggartiasto Lukita.
Saat ini, ia menilai, belum sinkronnya regulasi antara pemerintah pusat dan daerah masih menjadi salah satu faktor penghambat datangnya investasi dari investor potensial. "Yang selalu menjadi keluhan investor potensial adalah ketidaksinkronan peraturan pusat dan daerah pada saat dilapangan," tuturnya.
Ia menambahkan para gubernur di daerah telah berkomitmen kuat untuk memberikan kemudahan perizinan, begitu juga di pemerintah pusat. Di sisi lain, Enggartiasto mengatakan, pihaknya akan terus berupaya membuka akses pasar yang lebih besar melalui berbagai perjanjian perdagangan.
Langkah itu diharapkan dapat memperkuat kinerja industri manufaktur nasional. "Kalau manufaktur dan industri lainnya sudah ada, maka persoalannya bagaimana memasarkannya, yaitu dengan buka akses pasar dengan berbagai perjanjian perdagangan yang kita lakukan. Ini dapat mengejar ekspor di tengah ketidakpastian permintaan dunia," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News