"Semakin detail karena pengusaha dari yang guram sampai raksasa harus ada keadilan. Semakin banyak itu menjadi rumit karena itu butuh penyederhanaan-penyederhanaan," ungkap Nugroho di Jakarta, seperti dikutip dari Antara, Selasa, 31 Juli 2018.
Dengan adanya kebijakan tersebut, Nugroho menjelaskan pemerintah ingin menghilangkan potensi kecurangan pada industri rokok. Pihaknya, dia melanjutkan, menemukan adanya indikasi pabrikan besar di lapisan atas yang justru membayar tarif cukai di lapisan bawah.
"Ada indikasi (pabrikan) yang besar masuk ke yang kecil, tapi tidak semuanya. Jadi memang perlu diatur proporsi masing-masing untuk keadilan," ujar Nugroho.
Peneliti Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LDUI) Abdillah Ahsan sependapat dengan Nugroho. Menurut Abdillah, sistem tarif cukai di Indonesia terlalu rumit sebelum adanya kebijakan simplifikasi. "Semakin sederhana kebijakan semakin baik dan mudah diimplementasikan," katanya.
Abdillah melanjutkan banyaknya layer tarif justru akan menciptakan persaingan yang tidak sehat di kalangan industri rokok. "Sistem yang rumit seperti memproteksi bagi pengusaha rokok yang satu dan menekan pengusaha lainnya," ujarnya.
Peta jalan penyederhanaan layer tarif cukai rokok dilakukan mulai 2018 hingga 2021, yang dimulai dengan 10 layer pada tahun ini. Selanjutnya, pada 2019 hingga 2021, layer tarif cukai rokok akan dipangkas setiap tahunnya menjadi delapan layer, enam layer, dan lima layer. Hal itu seperti yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146 Tahun 2017 tentang Tarif Cukai Tembakau. (Media Indonesia)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id