Ilustrasi. Dokumen Kemenkeu
Ilustrasi. Dokumen Kemenkeu

Pemerintah Diminta Berpikir Out of The Box

Dero Iqbal Mahendra • 22 Januari 2015 17:26
medcom.id, Jakarta: Kondisi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2015 ini diprediksi masih dalam kondisi harap-harap cemas. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia melihat, pertumbuhan ekonomi di 2015 diperkirakan akan tumbuh sekitar 5,2-5,5 persen dengan asumsi stimulus fiskal dari penghematan bahan bakar minyak (BBM) subsidi akan efektif.
 
"Kadin memandang pemerintah kedepannya harus menerapkan berbagai kebijakan yang out of the box agar dapat mencapai target yang ditentukan," kata Ketua Umum Kadin Indonesia Suryo Bambang Sulisto (SBS) di Jakarta, Kamis (22/1/2015).
 
SBS menjelaskan, kedepannya tingkat inflasi diperkirakan akan berada di tataran yang lebih tinggi dibandingkan dengan tahun lalu. Kenaikan tersebut menurutnya bersumber dari kenaikan harga BBM dan juga tarif Dasar Listrik (TDL).

Defisit neraca berjalan diprediksi belum dapat terealisasi karena defisit neraca migas dan neraca jasa. Kebijakan moneter yang ketat masih belum memecahkan masalah defisit neraca berjalan. "Meski selama ini telah mampu menarik investor short term yang beresiko menarik dana nya begitu kebijakan quantitative easing (QE) dan suku bunga rendah Amerika selesai," ujar SBS.
 
Secara keseluruhan ekonomi Indonesia kedepan relatif stabil, namun belum bebas dari risiko ketidakstabilan ekonomi. Kedepannya, lanjutnya, Kadin berharap dapat bekerja sama secara sinergis agar dapat mendukung pemerintah dalam mencapai target yang sudah ditetapkan.
 
"Kami berpendapat seandainya pemerintah berani mengambil langkah-langkah yang 'out of the box' seperti beberapa BUMN yang strategis yang sangat disayangkan dikelola tidak dengan suatu pola manajemen yang sangat diperlukan dalam menghadapi pola persaingan gelobal saat ini. Selain itu juga dibutuhkan kebijakan yang tepat sasaran untuk sektor tertentu dengan dukungan insentif fiskal yang tepat dan harus dipetakan sektor sektor prioritas," ungkap SBS.
 
SBS menegaskan bahwa BUMN Indonesia harus dikembangkan dengan pola manajemen yang internasional, oleh sebab itu, menurutnya BUMN Indonesia harus dikelola oleh manajemen bertaraf dunia.
 
Menurutnya, defisit transaksi berjalan masih menjadi sumber utama fluktuatifnya nilai tukar rupiah yang selama ini terus terdepresiasi secara internal maupun eksternal. Devisa negara banyak yang dipergunakan untuk membiayai jasa kesehatan, pelayaran, dan asuransi sehingga menyebabkan defisit dalam neraca jasa.
 
"Kadin memandang pemerintah dapat mensiasatinya dengan membuka SDM asing di jasa kesehatan. Selain itu pemerintah dapat memberdayakan industri jasa pelayaran nasional serta asuransi nasional dengan cara memberikan kredit dengan suku bunga yang disubsidi dengan pertimbangan break event poin dari kedua sektor tersebut cukup lama," katanya.
 
Dalam bidang industri SBS memandang bahwa pemerintah harus mengedepankan dalam pemberian nilai tambah di produk industri nasional dan tidak hanya mengandalkan ekspor bahan mentah keluar negeri.
 
Dalam kaitannya dengan investasi, SBS berharap pemerintah dapat menerapkan pola kerja dan strategi pemasaran yang menjemput bola, yakni dengan mendatangi korporasi besar yang sudah memiliki rencana investasi yang besar serta memiliki pengaruh dalam kelompok investasi global. BKPM diharapkan dapat memiliki wewenang untuk menawarkan insentif-insentif investasi dan bukan hanya sarana dan prasaranan investasi yang bersifat sosial. Misalnya rumah sakit berkualitas, sekolah, tempat rekreasi dan museum.
 
"Kepastian hukum dan penghindaran kriminalisasi bisnis dapat menjadi daya tarik bagi para investor. Strategi jemput bola ini telah sukses di negara-negara seperti Irlandia, Korea, dan Taiwan," pungkasnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WID)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan