"Kami yakin Indonesia masih lebih optimis dari negara lain, kalau dilihat PDB kita 5,02 persen barangkali masih lebih bagus di antara negara G20 lainnya," kata Wimboh dalam sebuah diskusi Economic Outlook 2020 di Hotel Ritz Carlton, SCBC, Jakarta, Rabu, 26 Februari 2020.
Menurut Wimboh, bauran kebijakan yang akomodatif masih memiliki ruang yang cukup besar agar pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di atas target proyeksi tahunan. Suku bunga acuan atau BI 7 Days Reverse Repo Rate (BI 7-Days Repo Rate) yang telah dipangkas sebesar 25 bps menjadi 4,75 persen juga bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan ekspansi usaha.
"Mau diturunkan berapapun kalau pengusaha tidak ada ekspansi usahanya ya tidak akan mampir," ujarnya.
Meski demikian, dipangkasnya suku bunga mesti disambut secara teliti oleh perbankan dalam memberikan kreditnya agar disalurkan ke sektor produktif. Pelaku usaha, kata Wimboh, dengan kreativitasnya bisa mengelola seluruh akses pendanaan untuk berbagai macam kepentingan.
"Kita imbau ke sektor keuangan jangan terlalu sering memberi kredit yang sekiranya tidak produktif, jangan sampai over leverrage nanti bisa spekulatif, utamanya di tanah 10 tahun bisa untung tapi liquidity jeblok," ungkapnya.
Wimboh menambahkan bahwa perluasan kapasitas industri manufaktur dan usaha kecil menengah (UKM) bakal terus dilanjutkan dengan pembinaan yang tepat dalam sebuah ekosistem keuangan.
"Tinggal pengusaha menangkap peluang itu dan sektor perbankan juga jangan stay away. Prudensial bagus, likuiditas kalau kurang ya jangan khawatir, kalau dibutuhkan ya kami siap kalau memang perlu stimulus," tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News