Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BPPP) Kemendag Tjahya Widayanti mengungkapkan, peninjauan ulang pembahasan dan kajian TPP tersebut karena melihat potensi hilangnya perdagangan bebas dengan AS. Padahal sebenarnya, Indonesia sendiri mengincar perdagangan terbuka dengan negeri Paman Sam tersebut.
"Memang ada beberapa hal yang harus kita antisipasi dengan kampanyenya trump. Karena saat Trump mulai melakukan kebijakan, kita harus berhati-hati," ujar Tjahya dalam acara Policy Dialogue Series: Peluang dan Tantangan Indonesia Bila Bergabung dengan TPP, di Kantor Kemendag, Jalan MI Ridwan Rais No.5, Jakarta Pusat, Selasa (22/11/2016).
Diketahui, ternyata Trump benar-benar berniat untuk melindungi negaranya dalam perdagangan bebas. AS akan hengkang dari TPP saat Trump mulai menjalankan pemerintahannya di awal tahun depan.
Namun demikian, Tjahja tetap melakukan pembahasan kajian TPP secara mendetail, termasuk untung ruginya bila AS keluar dari TPP. Sebab menurutnya, kajian TPP sangat diperlukan untuk menganalisis pakta perdagangan lainnya bagi peningkatan daya saing.
"Yang akan kita bahas detail terkait pengadaan barang dan jasa pemerintah di negara anggota TPP. TPP mengatur pertisipasi dalam pengadaan barang dan jasa. Komitmen kita (ikut TPP) memungkinakan pemerintah medapatkan barang dan jasa dengan harga yang kompetitif, tidak ada diskriminasi dan prosedur bersifat transparan," papar dia.
Tjahya ngotot untuk meneruskan kajian TPP meski pakta perdagangan tersebut bakal ditinggal AS. Sebab kata dia, kajian pakta perdagangan TPP jadi pelajaran untuk menatap pakta perdagangan lainnya mengingat lingkungan perdagangan global terus berubah.
"Kita perlu menyadarkan bahwa ada perubahan lingkungan global internal dan eksternal yang sangat cepat bergerak maju. Keikutsertaan TPP istilahnya wake up call. Kalau tidak jadi, tetap (pembahasan TPP) menjadi wake up call bagi kita," pungkas Tjahya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News