Direktur Pemasaran United Tractors Loudy Irwanto Ellias menjelaskan teknologi yang dikembangkan Komatsu bukan hanya mengutamakan presisi, tetapi bisa menjaga kesuburan sawah.
"Buldozer ini tampak berat, tetapi beban per sentimeter perseginya jauh lebih ringan dibandingkan dengan beban manusia saat berdiri. Ini bermanfaat dalam pembukaan sawah baru karena pori-pori tanah tetap bisa terjaga sehingga kesuburannya pun bisa dipertahankan," kata Loudy, Jumat, 25 Oktober 2019.
Kontruksi cerdas memanfaatkan teknologi internet of things (IoT). Pemetaan kondisi lokasi menggunakan drone untuk menggantikan pemetaan dengan menggunakan pandangan mata. Ini membuat pemetaan contour lapangan lebih cepat dan akurat.
"Dengan pemetaan tiga dimensi bahkan bisa dirancang cut and fill yang hendak dilakukan dan dari data itu bisa diketahui volume tanah yang harus dipindahkan sehingga bisa dihitung secara akurat eskavator yang dibutuhkan dan truk pengangkut tanah yang harus disiapkan," ujar Loudy.
Kelemahan yang masih dijawab Komatsu adalah pembiayaan. Biaya yang harus dikeluarkan untuk proyek pematangan lahan di Tokyo masih 1,8 persen lebih mahal dari cara yang konvensional.
Hanya saja Jepang tidak punya pilihan lain untuk mengembangkan konstruksi cerdas karena jumlah tenaga konstruksi terampil terus berkurang. Pada 2026 diperkirakan jumlah kekurangan tenaga konstruksi terampil mencapai 1,28 juta orang.
Kebutuhan konstruksi cerdas ada di Eropa. Komatsu mengincar negara-negara Eropa sebagai pasar bagi produk sistem teknologi mereka.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News