Ilustrasi lahan gambut Sebangau. (FOTO: ANTARA/Dhoni Setiawan)
Ilustrasi lahan gambut Sebangau. (FOTO: ANTARA/Dhoni Setiawan)

Penanaman Sawit di Lahan Gambut Dinilai Bernilai Ekonomi Tinggi

Gervin Nathaniel Purba • 10 Mei 2016 18:38
medcom.id, Jakarta: Director Tropical Peat Research Laboratory Lulie Melling menyarankan kepada  Pemerintah Indonesia agar fokus pada penanaman bernilai ekonomi tinggi yang memberi manfaat bagi kesejahteraan rakyat dan bangsa.
 
Menurut Lulie, sawit dan akasia merupakan jenis tanaman yang baik ditanam di lahan gambut. Selain bernilai ekonomi tinggi dan kompetitif , tanaman ini mempunyai kemampuan menyerap karbon (CO₂).
 
"Sebenarnya, ada banyak tumbuhan bisa dibudidaya di lahan gambut, namun tidak semuanya  ekonomis dan membawa manfaat bagi kesejahteraan masyarakat," ujar Lulie dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa (10/5/2016).

Menurutnya, Pemerintah Indonesia harus mendukung pengembangan komoditas berdaya saing karena mampu meningkatkan kesejahteraan serta kualitas sumber manusia. Berkaca dari Malaysia, pemerintahnya mempunyai komitmen kuat untuk memperbaiki gambut sekaligus memanfaatkannya dengan tanaman bernilai ekonomi.
 
Selain ekosistem gambut yang semakin baik, Malaysia tiga kali terselamatkan dari krisis ekonomi berkat pemanfaatan gambut. Gambut ibarat itik mengeluarkan telur emas.
 
"Gambut di Indonesia dan Malaysia punya banyak kemiripan. Karena itu kami ingin membantu dan memberikan masukan kepada pemerintah Jokowi mengenai pengelolaan tanaman-tanaman  produktif dan bernilai ekonomi yang tepat di lahan gambut," paparnya yang juga aktif pada Malaysian Soil Secience Society, Malaysian Peat Society (MPS), International Peat Society (IPS), dan International Union of Soil Science (IUSS.
 
Hal senada juga diungkapkan Wakil Dekan Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Suwardi yang mengatakan, sawit, akasia dan karet sangat cocok untuk dikembangkan pada lahan gambut. Selain kemampuan beradaptasi untuk tumbuh dan berproduksi dengan baik pada lahan sulfat masam tersebut, ketiga tanaman itu mempunyai nilai ekonomis tinggi.
 
Menurut Suwardi, sawit pertama kali dikembangkan masyarakat sebagai antisipasi kegagalan proyek nasional transmigrasi yang salah satu programnya untuk mengembangkan penanaman padi di lahan gambut pada 1970-an. Pada awalnya, penanaman padi memang berhasil. Namun setelah hampir 20 tahun produktifitasnya turun tajam dari lima ton per hekatre (ha) menjadi satu ton per ha sehingga menjadi tidak ekonomis.
 
Untuk mengantisipasi kegagalan itu, petani beralih menanam sawit. Survei pada 2000-an menunjukkan, sawit rakyat berhasil dikembangkan pada lahan gambut yang terdegradasi. Penanaman sawit tersebut juga mampu meningkatkan kesejahteraan petani secara drastis.
 
"Di Jambi banyak petani sawit yang mampu membangun rumah-rumah  bagus serta menyekolahkan anak-anak hingga ke perguruan tinggi," tuturnya.
 
Dalam perjalanan selanjutnya, penanaman sawit dan akasia di lahan gambut dikembangkan swasta. Pengelolaan jenis tanaman ini dinilai berhasil karena produktifitasnya tinggi dan kondisi gambut tetap terjaga. Hal itu karena teknologi pengaturan air omotatis (ekohidro) yang diterapkan swasta sangat membantu ekosistem gambut tidak menjadi kering.
 
"Kalau dituding kondisi gambut menjadi rusak ketika dikelola swasta tidak tepat. Justru banyak gambut terdegradasi  kini  lebih baik dan terjaga. Tanah gambut tetap baik meski telah dilakukan beberapa daur penanaman dan peremajaaan (replanting)," pungkasnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AHL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan