Ekonom CORE Indonesia Akhmad Akbar Susamto. MTVN/Desi Anggriani.
Ekonom CORE Indonesia Akhmad Akbar Susamto. MTVN/Desi Anggriani.

CORE: Ada Lima Penyebab Industri Halal Tidak Berkembang di Indonesia

Desi Angriani • 23 Mei 2017 16:13
medcom.id, Jakarta: Perkembangan industri bisnis halal di Indonesia relatif lambat dibandingkan dengan negara Islam lainnya padahal Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia.
 
Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia mencatat lima faktor yang menghambat Indonesia sebagai pusat industri global. Pertama, pemerintah belum merampungkan peraturan pendukung untuk Undang-Undang Produk Jaminan Halal (UU PJH).
 
UU tersebut telah disahkan sejak tahun 2014. Namun sampai dengan tenggat 2016, Peraturan Pelaksana UU Itu belum juga dibuat. Selain itu, belum ada kelanjutan dari pembentukan Badan Pelaksana Produk Jaminan (BPJH).

"Tanpa kedua hal itu, UU PJH tidak akan dapat diimplementasikan," kata Ekonom CORE Indonesia Akhmad Akbar Susamto dalam seminar internasional dan pameran produk halal dengan tema "Meraup Peluang Emas Bisnis Halal Global" di Balai Kartini, Jakarta, Selasa 23 Mei 2017.
 


 
Kedua, pemerintah perlu meningkatkan kapasitas lembaga sertifikasi halal. Sebab, perusahaan yang belum memiliki sertifikasi halal masih cukup besar. Berdasarkan data Kementerian Agama, dari 2011-2014, produk yang bersertifikasi halal diperkirakan hanya 26 persen dari produk yang teregistrasi di BPOM.
 
"Jika perlu, lembaga sertifikasi tersebut dapat menggandeng Badan Pemeriksa Obat dan Makanan (BPOM), yang memiliki SDM dan infrastruktur yang cukup bark, dan tersebar di seluruh provinsi. Proses yang dapat dibuat satu atap akan membuat pengurusan sertifikat halal meniadi lebih efisien," tutur dia.
 
Ketiga, pemerintah perlu mendesain agar regulasi sertifikasi halal tidak menghambat kemajuan pelaku ekonomi khususnya pelaku UMKM. Menurut Akbar, perlu ada keberpihakan pemerintah agar kebijakan ini tidak memberatkan pelaku usaha. Salah satunya adalah memberikan subsidi pengurusan sertilikat halal kepada UMKM.
 
"Biaya sertifikasi halal juga harus dibuat lebih transparan. Standar biaya JAKIM di Malaysia bisa menjadi contoh bagaimana lembaga itu menetapkan biaya sertifikasi secara berbeda berdasarkan skala usaha," sambungnya.
 
Keempat, kata Akbar, pemerintah belum mendukung pertumbuhan industri halal domestik secara maksimal. Pada industri farmasi misalnya, Pemerintah perlu menfasilitasi riset dan pengembangan bahan baku halal untuk obat dan kosmetik. Pasalnya, lebih dari 90 persen bahan baku obat masih diimpor. Selain Itu, banyak dari bahan baku obat yang masih mengandalkan produk nonhalal seperti gelatin dan vaksin.
 
"Untuk industri fesyen, meskipun saat ini telah mengalami pertumbuhan cukup pesat, pemerintah perlu mendorong industri ini dengan menciptakan ekosistem yang mampu meningkatkan kualitas produksi; mendorong pengembangan pusat riset, pusat produksi, dan pusat belanja. Salah satu langkah praktis yang dapat ditempuh adalah menggelar pameran secara rutin yang berskala internasional," bebernya.
 
Kelima, dukungan lainnya adalah pemberian insentif fiskal. Di Malaysia, katanya, industri halal mendapatkan potongan pajak (tax allowance) investasi dari pemerintah hingga 100 persen yang berlaku selama 10 tahun. Bahan baku industri tersebut juga dibebaskan dari bea masuk dan pajak penjualan.
 
Berdasarkan data yang dirilis oleh Thomson Reuters, pada 2015 belanja penduduk muslim pada produk barang dan jasa halal lebih dari USD1,9 triliun, tumbuh 6 persen dari tahun sebelumnya.
 
Pengeluaran makanan dan minuman mencatat penjualan terbesar dengan nilai USD1,2 triliun. Selanjutnya, pakaian (USD243 miliar), media dan rekreasi (USD139 miliar), travel (USD151 miliar) dan obat-obatan dan kosmetik (USD133 miliar), di saat yang sama, total aset sektor keuangan syariah ditaksir sebesar USD2 triliun.
 
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(SAW)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan