Menteri Perindustrian Saleh Husin berbincang dengan Managing Director PT Bintan Aviation Investment Michael Wudy di Kementerian Perindustrian. (Foto: Dokumentasi Kemenperin)
Menteri Perindustrian Saleh Husin berbincang dengan Managing Director PT Bintan Aviation Investment Michael Wudy di Kementerian Perindustrian. (Foto: Dokumentasi Kemenperin)

Indonesia Agresif Pacu Industri MRO Terintegrasi

Husen Miftahudin • 14 April 2016 09:28
medcom.id, Jakarta: Industri perawatan pesawat dunia diprediksi terus tumbuh seiring kebutuhan transportasi dan mobilitas antarwilayah serta dunia. Dalam 20 tahun ke depan, pusat industri perawatan pesawat diprediksi akan berpusat di kawasan Asia Pasifik.
 
Menteri Perindustrian (Menperin) Saleh Husin meminta agar peluang ini harus dimanfaatkan oleh perusahaan perawatan pesawat atau Maintenance, Repair and Overhaul (MRO) Indonesia. Untuk itu, Indonesia terus memacu penyediaan fasilitas yang diimbangi sumber daya manusia yang mumpuni.
 
"Banyak alasan kita harus mendorong industri ini. Jasa penerbangan domestik dan internasional terus tumbuh, jumlah penumpang naik dan otomatis jumlah pesawat bertambah sehingga ini menjadi peluang industri MRO kita," ujar Saleh dalam keterangan tertulis, Jakarta, Kamis (14/4/2016).

Indonesia merupakan salah satu sumbu lalu lintas udara di Asia dan dunia, berdampingan dengan Singapura dan negara lain seperti Malaysia serta Australia. Merujuk data Kementerian Perindustrian (Kemenperin), sepanjang 2014 jasa penerbangan dengan rute nasional mengalami peningkatan sebesar 18 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
 
Sementara pada rute internasional juga mengalami kenaikan sebesar 32 persen. Sedangkan untuk angkutan barang nasional mengalami kenaikan sebesar 91 persen dan 71 persen untuk rute internasional.
 
Saat ini, kata Saleh, terdapat  63 maskapai penerbangan nasional dengan populasi 657 pesawat yang didominasi oleh pesawat jenis Boeing 737 Series sebanyak 231 buah. Selain itu masih terdapat 182 buah pesawat lainnya yang dimiliki oleh sekolah penerbangan dan perusahaan perkebunan dan pertambangan.
 
"Selama ini hanya 30 persen pesawat yang beroperasi dan dirawat di Indonesia, sisanya melakukan perawatan di MRO luar negeri. Istilahnya, kita mesti tarik pulang yang 70 persen ini ke bengkel pesawat kita sendiri. Kita bidik sebagian besar pesawat dirawat dan di-overhaul di sini," imbuhnya.
 
Sementara Ketua Dewan Pimpinan Indonesian Aircraft Maintenance Shop Association (IAMSA) Richard Budihardianto mengatakan, perusahaan MRO di luar negeri terus meningkatkan kapasitas dan penyediaan fasilitas. Dia menghitung, peluang bisnis MRO didapat dari anggaran pemiliharaan setiap maskapai yang sedikitnya USD1 miliar atau sekitar Rp13,2 triliun (kurs Rp13.200/USD) per tahun.
 
"Dengan kenaikan jumlah penumpang rata-rata 15 persen per tahun dan bahkan lebih, maka industri MRO nasional harus meningkatkan kapasitas dan kapabilitas. Jika kita tidak bangun sendiri, asing yang akan ambil peluang," katanya.
 
Pihaknya juga turut berupaya mendongkrak kapasitas SDM industri perawatan pesawat melalui penambahan politeknik dirgantara. IAMSA mencatat, Indonesia kekurangan teknisi penerbangan karena sekolah-sekolah teknisi penerbangan di Indonesia hanya menghasilkan 200 tenaga ahli per tahun, jauh dari kebutuhan yang mencapai 1.000 orang setiap tahun.
 
Seiring bisnis penerbangan yang tumbuh, IAMSA memperkirakan Indonesia akan membutuhkan 12-15 ribu tenaga ahli hingga 15 tahun ke depan.
 
"Pendirian politeknik, termasuk mengubah politeknik umum menjadi fokus ke teknik dirgantara menjadi upaya menyiasati pemenuhan kebutuhan ini. Jadi kita sedang kebut-kebutan dan kita optimistis anak-anak kita mampu mengisi peluang kerja ini," tegas Richard.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AHL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan