"Begini, dasar penanganan kasus harus ada delik aduan dulu. Tidak bisa tiba-tiba pemerintah bilang produk ini palsu atau penjual lakukan praktik pemalsuan. Di negara-negara besar seperti Amerika, Jepang dan Korea juga begitu. Oleh karena itu masyarakat harus pro aktif melapor, pemerintah juga langsung bertindak cepat, biar praktik pemalsuan produk tidak semakin merajalela," papar Ramli, disela-sela peluncuran penghargaan bertajuk "Indonesia Clean Mall Award 2015" di Jakarta, Kamis (9/4/2015).
Dia tidak menepis banyak sekali laporan terhadap pelanggaran hak cipta dan pemalsuan merek. Ramli berpendapat kondisi ini bisa menjadi momentum bagi pemerintah untuk mendorong masyarakat mengembangkan produk dengan merek independen sesuai kreativitas yang dimiliki. "Saya yakin ketika UKM mengusung nama dan produk yang menarik, pasti dilirik masyakat. Ketimbang harus memasang brand-brand ternama di produk palsu," tukas dia.
Bagi pelaku yang nekat menjual atau membuat produk palsu, lanjut Ramli, jeratan sanksi yang dikenakan tidak main-main. Sebagai contoh, bila pengelola mal membiarkan penyewa (tenant) menjual produk palsu, maka sesuai peraturan yang berlaku dapat dijatuhi denda hingga Rp100 juta. Sedangkan bagi penjual sendiri, ancaman hukuman lebih berat lagi, yaitu pidana kurungan penjara empat tahun. Apalagi ketika ada indikasi penjual itu merupakan produsen yang sengaja memalsukan barang, sanksi yang mengancam pun jauh lebih tinggi hingga pidana kurungan penjara sepuluh tahun.
"Agar penindakan hukum semakin berat dan membuat jera, pemerintah sedang mendorong hakim di pengadilan untuk mencantumkan ganti rugi terhadap terdakwa selain jeratan hukum yang berlaku. Jadi pemilik produk yang dipalsukan bisa mendapatkan ganti rugi langsung," tutur dia.
Pemberantasan terhadap produk palsu dinilai krusial lantaran bisa menganggu arus ekspor-impor. Pasalnya dalam kesepakatan World Trade Organization (WTO), negara yang disinyalir marak terjadi pemalsuan atau pembajakan produk, bisa berimbas pada sikap antipati dari negara lain.
"Misalnya ekspor dihambat, kemudian pajak dinaikkan. Karena pelanggaran HKI merupakan isu penting di pasar global," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News