Ilustrasi. MI/Panca Syurkani
Ilustrasi. MI/Panca Syurkani

Reforminer Pertanyakan Urgensi Pelarangan Impor RON 88

Dero Iqbal Mahendra • 07 Januari 2015 17:16
medcom.id, Jakarta: Rekomendasi untuk pelarangan impor RON 88 belum seharusnya dilakukan dan sifatnya belum mendesak untuk saat ini. Hal tersebut dikarenakan kilang minyak di Indonesia kemampuan produksinya hanya mampu memproduksi kualitas RON 88 dan produksi RON 92 masih sangat terbatas.
 
Menurut Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Pri Agung Rakhmanto, seharusnya pemerintah memfokuskan pada melepas subsidi premium (RON 88) terlebih dahulu dan bukan langsung menghilangkan RON 88 dari peredaran. Meski begitu Pri Agung juga melihat bahwa penghilangan RON 88 pada akhirnya memang akan dilakukan setelah kilang di Indonesia mampu untuk meningkatkan kualitas produksinya.
 
Pri menilai, bila pelarangan tersebut langsung diterapkan Pertamina masih belum mampu untuk memenuhi kebutuhan RON 92 dan hanya dapat memenuhi wilayah Jawa dan Bali.

"Faktanya memang kilang dalam negeri mampunya memproduksi RON 88, sedangkan RON 92 masih sangat terbatas dibawah 1 juta kilo liter pertahun. Rekomendasi itu boleh saja, tetapi belum terlalu principil dalam konteks," ungkap Pri Agung.
 
Pri mengatakan, tanpa adanya kebijakan tersebut pemerintah sudah melakukan penghematan. Karena dengan harga premium yang tidak disubsidi saja itu sudah menjadi penghematan besar bagi pemerintah.
 
Kebijakan pelarangan tersebut tidak dapat berdampak langsung kepada penghematan anggaran dengan adanya migrasi ke pertamax. Disamping itu, dari segi neraca pembayaran pun akan tetap sama, sebab pada akhirnya pemerintah harus mengimpor RON 92 juga.
 
"Peredaran RON 88 itu sebenarnya bukan keinginan Pertamina, sebab hal itu merupakan peraturan Direktorat Migas dimana premium itu spesifikasinya RON 88, dengan pertimbangan kilang kita hanya bisa menghasilkan yang RON yang lebih rendah. Bisa naik dari RON 60 – 70 bisa naik ke RON 88 itu sudah mendingan, maksudnya bukan karena semata-mata seperti aspek bahwa tidak ada di pasaran, susah dicari dan membuka celah mafia migas," ujar Pri.
 
Dengan tetap melakukan impor RON 92, Pri masih melihat ada celah yang dapat dimanfaatkan oleh para mafia migas. Selain itu tidak ada jaminan bahwa dengan dihentikannya impor RON 88 akan menghentikan kegiatan mafia migas, sebab RON 92 sendiri masih diimpor oleh pemerintah sehingga masih terdapat peluang untuk adanya permainan.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WID)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan