Ilustrasi. MI/Amiruddin Abdullah Reubee
Ilustrasi. MI/Amiruddin Abdullah Reubee

Masyarakat Nelayan Minta Dukungan Menteri Susi

Fario Untung • 26 November 2014 10:33
medcom.id, Jakarta: Dipilihnya sosok Susi Pudjiastuti sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan oleh Presiden Joko Widodo membawa angin segar untuk nelayan. Hal tersebut mengingat latar belakang Susi yang berasal dari lingkungan nelayan sehingga diharapkan dapat menjadi jembatan antara nelayan dengan pemerintah.
 
Demikian hal itu disampaikan oleh Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Karawang, Sahari melalui siaran pers yang diterima Metrotvnews.com di Jakarta, Rabu (26/11). Namun disayangkan, Sahari menilai jika saat ini Susi hanya memperhatikan nelayan kelas tinggi.
 
"Keberadaan Menko Kemaritiman dan Menteri Susi seharusnya membawa dampak positif bagi nelayan. Apalagi Menteri Susi pernah jadi bakul ikan pasti tahu kehidupan nelayan. Jangan hanya pengusaha ikan kelas tinggi yang dibela, tapi kami nelayan kecil juga harusnya diperhatikan," ujarnya.

Keraguan Sahari pada komitmen kemaritiman Susi dan Jokowi bukan tanpa dasar. Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), sulitnya pasokan solar bagi nelayan di pesisir Karawang dan Subang, ditambah rencana pembangunan Pelabuhan Cilamaya menurut Sahari berbuah keresahan yang bertubi bagi nelayan.
 
"Sebenarnya kami tidak masalah dengan harga solar. Berapa pun, kalau ada pasti dibeli. Tapi ini harganya sudah naik, pasokan buat nelayan malah dikurangi. Saya sudah komunikasi dengan para nelayan di Karawang, Subang sampai teluk Jakarta, mereka sulit mendapatkan solar. Nelayan pasir putih kesulitan solar, harus mengambil ke SPBU di Cilamaya Wetan, mesti pakai ojek," tukasnya.
 
Selain soal pasokan solar yang sulit, masyarakat nelayan di pasir putih mengkhawatirkan rencana dibangunnya pelabuhan ekspor impor manufaktur. Beberapa hal yang dikhawatirkan adalah pertama, terganggunya ekologi laut karena pencemaran kapal-kapal besar, tentu hal ini akan mengurangi ekosisitem laut.
 
Kedua, terganggunya areal tangkap ikan nelayan, mengingat kapasitas kapal nelayan pasir putih dibawah 3 gross ton. Sedangkan berdasarkan peraturan kapal dengan kapasitas di bawah 3 GT hanya boleh berlayar dan menangkap ikan 20 mil dari bibir pantai.
 
"Kapal kami kecil-kecil. Kalau ada pelabuhan manufaktur, kami tidak bisa ke tengah laut, karena takut ditabrak kapal ukuran besar. Area tangkapan juga berkurang. Padahal di sini ada 3000 kepala keluarga (KK) yang 70 persennya adalah nelayan. Seharusnya Ibu Susi tahu soal ini," cetusnya.
 
Dia mengungkapkan, pelabuhan manufaktur berkelas internasional yang akan dibangun di Karawang, setidaknya membutuhkan lahan seluas 3 km persegi di perairan Pantura. Juga dipastikan bakal mengganggu kawasan tambak yang ada di sepanjang pesisir Karawang.
 
"Pelabuhan ini panjangnya di tengah laut saja sekitar 2 km, dan area tangkapan ikan kami tidak bisa jauh dari 2 km. Kalau ada kapal besar lewat, nelayan panik. Kami sudah sampaikan ini ke pemerintah Karawang, tapi kelihatannya diabaikan. Sebagai rakyat kecil kami tidak bisa bicara, demo juga malah babak belur nanti. Nelayan cuma menunggu nasib. Pelabuhan internasional itu cuma menguntungkan investor saja," pungkasnya.
 
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WID)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan