Dia mengatakan kenaikan ini merupakan peringatan serius bagi Indonesia dan pemerintah perlu mewaspadai hal tersebut untuk tidak terjadi lagi pada beberapa tahun mendatang.
"Jika begini terus, Indonesia tidak akan bisa bersaing dengan Malaysia. Volume produksi dalam negeri, lebih dari 80 persen adalah golongan sosis (sosis, burger, dan nugget). Ini merupakan peringatan serius bagi Indonesia," ujar Ketua Umum Asosiasi Pengolahan Daging Indonesia Ishana Mahisa, di Gedung Kementerian Perindustrian (Kemenperin) di Jakarta, Rabu (8/7/2015).
Serbuan impor sosis ini, menurut dia, karena Malaysia dalam berproduksi menggunakan daging eks India yang harganya lebih murah. Hal ini tercermin dari Data BPS yang menunjukkan harga rata-rata sosis impor adalah USD2.29 per kg sosis atau hanya senilai Rp29.770 per kg. Sementara harga sosis dalam negeri bisa mencapai Rp60.000 per kg.
"Malaysia dalam berproduksi menggunakan daging eks India yang harganya jauh lebih murah daripada daging eks Australia yang dipakai Industri Pengolahan Indonesia," ujar dia.
Sekadar informasi, lonjakan impor sosis pernah terjadi pada paruh kedua 2013. Di mana rata-rata sebelumnya hanya impor 50 ton lalu mendadak pada enam bulan menjadi rata-rata 400 ton per bulan.
National Meat Processors Association (NAMPA) Indonesia menduga salah satu pemicunya akibat regulasi Pemerintah RI sendiri yang terbit Agustus 2013. Yaitu Peraturan Menteri Pertanian No. 84 Tahun 2013 Pasal 9 yang menyebutkan produk olahan yang menggunakan bahan baku berasal dari negara belum bebas Penyakit Mulut Kuku (PMK), Vescular Stomatitis (VS), Swine Vesicular Desease (SVD).
Sehingga dapat dipertimbangkan diimpor jika telah dipanaskan lebih dari 80 derajat celcius selama dua sampai tiga menit dan berasal dari daging ruminansia yang telah dilayukan. Sehingga pH daging dibawah 5,9 dan dipisahkan linfoglandula (deglanded) dan tulangnya (deboned).
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News