Di balik pertemuan investor Grab itu dengan Jokowi, ada sosok yang menginisiasi pertemuan keduanya, yakni Pandu Sjahrir. Direksi PT Toba Bara Sejahtera itu mengaku telah mempersiapkan pertemuan Masayoshi dengan Jokowi sejak Januari 2019.
Pandu menjelaskan investasi yang bakal digelontorkan Masayoshi penting bagi kemajuan industri digital Indonesia. Selain itu, juga bisa membantu memperbaiki defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD).
"Bagi saya yang penting dari pertemuan ini adalah nilai ekonomi ke depan. Dengan investasi dari Softbank akan dapat membantu current account yang masih defisit," ujar Pandu dalam keterangan resminya, Jakarta, Rabu, 31 Juli 2019.
Pandu menambahkan, selain berinvestasi di sektor teknologi, Softbank juga berniat untuk masuk ke renewable energy yang sekarang ingin dikembangkan pemerintah.
"Softbank juga punya komitmen mengembangkan go green. Itu juga yang jadi harapan kita agar mereka bisa masuk ke sektor energi kita," imbuhnya.
Bank Indonesia (BI) mencatat defisit neraca transaksi berjalan (CAD) pada kuartal I-2019 sebesar USD7 miliar atau 2,6 persen dari produk domestik bruto (PDB). Defisit neraca transaksi berjalan lebih rendah dibandingkan dengan defisit kuartal sebelumnya yang mencapai USD9,2 miliar atau 3,6 persen dari PDB.
Penurunan defisit neraca transaksi berjalan terutama didukung oleh peningkatan surplus neraca perdagangan barang sejalan dengan peningkatan surplus neraca perdagangan nonmigas dan perbaikan defisit neraca perdagangan migas.
"Hal ini dipengaruhi oleh penurunan impor yang lebih dalam dibandingkan penurunan ekspor, sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk melakukan pengendalian impor beberapa komoditas tertentu yang diterapkan sejak akhir 2018," terang Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko.
Di kuartal II-2019, bank sentral memproyeksi defisit transaksi berjalan mengarah 2,8 persen terhadap PDB. Penaikan tersebut merupakan imbas melemahnya ekspor Indonesia akibat pengaruh berlanjutnya ketidakpastian ekonomi global.
Sasaran defisit transaksi berjalan oleh bank sentral sebelumnya berada pada titik pasti di 2,5 persen terhadap PDB. Gubernur BI Perry Warjiyo mengakui ada dua penyebab utama potensi ekspor Indonesia tidak sekencang perkiraan.
Pertama, jelas dia, karena meningkatnya tensi perang dagang Amerika Serikat dan Tiongkok. Selanjutnya ialah pertumbuhan ekonomi global yang semakin melambat.
"Perlambatan ekonomi global, perang dagang berdampak ke seluruh dunia baik dari sisi perdagangan maupun sisi finansial," tukas Perry.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News