Penjualan Bank Mutiara tersebut diduga dilakukan dengan perjanjian pembelian saham secara rahasia dan bersyarat yang mensyaratkan uang muka sebesar USD28,1 juta dan secara eksklusif memberikan leveraged buyout (proses akusisi dengan menggunakan pinjaman) kepada J Trust Co melalui surat promissory syariah (surat pembayaran utang secara shariah) senilai Rp3 triliun yang dikeluarkan secara rahasia melalui LPS kepada J Trust yang kemudian dituliskan ke nol oleh LPS dan tidak pernah dibayar.
Dikutip dari Asia Sentinel, Kamis, 16 November 2017, JTrust Co memberi Bank Mutiara uang tunai secara gratis untuk menutupi kerugiannya, yang mencapai puluhan juta dolar. Bank tersebut dipercaya menjadi gudang uang untuk Partai Demokrat pada 2008 yang dipimpin oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Selama proses penemuan untuk penjualan bank oleh LPS tersebut, gugatan tersebut menuduh 21 terdakwa Weston melakukan persekongkolan untuk secara kolektif menyembunyikan keberadaan laporan Barrie-Brown, yang disembunyikan kepada lebih dari 20 calon penawar di seluruh 2014 untuk menutupi operasi pencucian uang Bank J Trust yang akan membuat bank tersebut tidak dapat dijual.
Tuntutan hukum tersebut menuduh LPS menyembunyikan dan menutup lebih dari USD 1 miliar dana terkait penipuan, pencurian, penggelapan dan pencucian uang yang dilakukan antara Bank JTrust, Tantular , anggota keluarga Saab, Saab Financial Jersey/(Bermuda) Ltd, J Trust, dan Bank FBME.
Keluhan tersebut menuduh bahwa pejabat Pemerintah Indonesia dan pejabat pemerintah LPS mengendalikan Bank J Trust dari 2008 sampai 2015 bersama Nobuyoshi Fujisawa, Nobiru Adachi, komisaris utama Bank J Trust, dan Felix Istyono Hartadi Tiono, petugas kepatuhan pencucian uang Bank J Trust, yang dituduh secara kolektif berkomplot untuk melanggar undang-undang dan peraturan perbankan serta pencucian uang global senilai USD410,5 juta, dengan Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo sebagai arsitek utamanya.
Gugatan tersebut selanjutnya menuduh anggota keluarga Saab, FBME Ltd, eksekutif Federal Bank of Lebanon dan FBL dengan klaim AS sebesar USD287,8 juta untuk tindakan penipuan, pencurian, penggelapan, dan pencucian uang.
Weston menuduh bahwa lelang LPS itu ilegal karena Bank JTrust, yang berada di bawah perintah Wirjoatmodjo, gagal mengungkapkan kepada regulator dan auditornya bahwa Bank FBME dan satu unit Saab lainnya telah menggugat Bank JTrust di Pengadilan Tinggi Arbitrase Internasional London.
Mereka menuduh adanya kecurangan serta meminta pengembalian USD38,5 juta dari Bank J Trust dari total dana sebesar USD40 juta yang telah 'dicuci' kembali ke Saab Financial Limited (Jersey) oleh Tantular dan Fadi Saab.
Gugatan dalam pengadilan London tidak pernah diungkapkan kepada calon penawar meskipun seharusnya gugatan itu bisa membatalkan penjualan bank tersebut kepada berbagai pelamar, yang juga termasuk Bank Rakyat Indonesia dan Bank China (HK).
Tuntutan tersebut menuduh Wirjoatmodjo memberi izin untuk uang suap sebesar USD8 juta yang dibayarkan kepada Saab untuk melanjutkan penyembunyian pencucian uang.
Dana sebesar USD8 juta itu konon dikucurkan ke Bank of America London yang bersembunyi dibalik dana lima juta poundsterling sebagai biaya hukum yang dikreditkan kepada pengacara Saab Financial Bermuda di London oleh Bank J Trust.
Meskipun demikian, penjualan Bank Mutiara terus berlanjut pada November 2014. WICL, perusahaan induk Weston, menarik diri dari proses pelelangan pada Juni 2014 setelah mencapai babak final dengan enam penawar yang telah memenuhi syarat.
Weston mengklaim bahwa Wirjoatmodjo dan LPS menyembunyikan setidaknya USD400 juta penyimpangan dana di bank tersebut termasuk penyimpanan dana tunai internal yang tersembunyi, penyerahan dana ilegal, pencucian uang FBME, penggelapan uang, pencurian, kecurangan audit berdasarkan undang-undang sementara regulator keuangan Indonesia.
Weston menuduh bahwa J Trust Co dan terdakwa LPS lainnya yang dipimpin oleh Wirjoatmodjo juga gagal mengungkapkan bahwa Tantular dan Budi Mulya, yang saat itu Wakil Gubernur Bank Indonesia telah dihukum oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 2010 dan 2014 dan dikirim ke penjara masing-masing selama 20 dan 14 tahun untuk tindak pidana penipuan dan pencucian uang. Oleh karena itu Wirjoatmodjo dianggap memimpin penjualan bank LPS secara ilegal.
Gugatan tersebut menuduh bahwa pada rapat dewan J Trust Co yang diadakan pada 14 Agustus 2008, jauh sebelum LPS telah secara resmi mengakhiri proses penjualan Bank Mutiara, dan jauh sebelum LPS telah mengungkapkan pemenang lelang tersebut, seluruh Dewan Direksi J Trust di Tokyo telah menyetujui pembelian Bank Mutiara secara internal dengan persyaratan yang tidak pernah ditawarkan kepada salah satu penawar lainnya.
Setelah penjualan tersebut, sesuai dengan tuntutan tersebut, penyimpangan berlanjut dengan lebih dari USD1,5 miliar pencucian dana dari Bank Mutiara, yang sekarang berganti nama menjadi Bank JTrust, dan berbagai pelanggaran J Trust terhadap Mahkamah Agung Mauritius sebesar USD120 juta secara global.
Akibatnya muncul perintah pengadilan Mauritius untuk membekukan aset sehingga J Trust dan Bank J Trust sebagai terdakwa tidak dapat menyembunyikan aset itu di luar yurisdiksi pengadilan.
Pencucian uang terus berlanjut, sesuai dengan tuntutan tersebut, sebagian melalui daftar panjang anak perusahaan termasuk J Trust Asia, anak perusahaan Singapura yang sepenuhnya dimiliki oleh induk J Trust, yang bertindak sebagai agen pelaksana dasar untuk semua Investasi J Trust dan arahan strategis lainnya, serta PT JTrust Investment Indonesia dan Group Lease PCL.
Sebanyak USD211 juta dana tunai dan dana lainnya telah dialihkan dari J Trust, Bank J Trust dan J Trust Asia sejak Mei 2016 untuk Group Lease PCL dan Group Lease Holdings Pte (Singapura) dalam tindakan yang dipertanyakan dari Weston yang diduga telah diperintahkan oleh Nobuyoshi Fujisawa, Shigeyoshi Asano dan mantan Chairman Grup Leasing, Mitsuji Konoshita kepada entitas pihak terkait dari Group Lease Holdings Pte di Singapura dan Siprus sebagai usaha penghapusan dana yang dicuci ke J Trust.
Thailand Securities and Exchange, dengan bantuan Komisi Sekuritas dan Bursa Siprus, baru-baru ini menuduh mantan Chairman dan CEO Grup Shewa Mitsuji Konoshita mengalihkan USD54 juta yang mengaku sebagai pinjaman keempat kelompok peminjam independen di Siprus dan satu di Singapura di bawah kendali utama Konoshita, menurut Laporan Auditor Independen Grup Lease pada 30 September dan dirilis pada 16 November.
Gugatan tersebut mengklaim bahwa dana tersebut sebenarnya berasal dari Weston dan menggambarkan sebuah rencana antara Group Lease, Wedge Holdings, Showa Holdings dan berbagai anggota dewan, pejabat dan pemegang saham Grup Trust, yang dipimpin oleh Fujisawa untuk menipu kreditur J Trust Co dan Bank J Trust , semuanya melanggar perintah otoritas Mauritius.
Dibukanya Tabir?
Juru bicara Weston mengatakan bahwa LPS Indonesia memiliki pilihan untuk membela Wirjoatmodjo dan terdakwa LPS dan Bank J Trust lainnya, serta para eksekutif J Trust terkait di pengadilan Mauritius atau memilih untuk secara sukarela melaporkan penyembunyian pencucian uang dan penyimpangan pencucian uang dollar AS secara global dengan sukarela kepada regulator internasional yang dipimpin oleh Otoritas Moneter Singapura dan Departemen Kehakiman AS sambil secara bersamaan menyelesaikan utang dalam jumlah USD410,5 juta dan sejumlah denda kepada regulator global.
"Hal terakhir yang dibutuhkan pemerintah Indonesia saat ini adalah membuat salah satu pejabat bank paling senior di Indonesia untuk mengakui di bawah sumpah telah menyembunyikan pencucian uang secara global, dan kecurangan besar-besaran di LPS dan Bank JTrust sementara bank-bank Indonesia yang dipimpin oleh Bank Mandiri sedang mencari upaya untuk memperluas pasarnya ke Singapura dan negara lain dari Asia, " pungkas Weston.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News