Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus mengatakan konflik internal seharusnya bisa diselesaikan secara duduk bersama tanpa harus menempuh jalur hukum hingga ke Mahkamah Agung (MA).
"Harus ada jalan terbaiknya. Intinya apapun keputusannya menjadi win-win solution bagi kedua belah pihak dan jangan sampai merusak citra Indonesia di mata investor," ujar Heri dalam keterangannya, Jakarta, Kamis, 25 Juli 2019.
Menurut Heri, penyelesaian konflik internal terkait penambahan porsi saham sepatutnya diselesaikan secara business to business, bukan dibawa ke pengadilan yang nantinya diputuskan oleh hakim.
"Kalau ranah hukum, nanti investor takut, nanti kalau saya bisnis di sini bisa ke ranah hukum. Makanya jangan ada kepentingan lain mengorbankan investor yang sudah susah payah, investasi mahal, tiba-tiba di tengah jalan disuruh pergi dan harus bayar," tuturnya.
Heri menjelaskan, peringkat kemudahan berusaha atau ease of doing business Indonesia saat ini turun ke posisi 73 dari sebelumnya 72. Bahkan, pilar enforcing contract (penegakan kontrak) Indonesia di posisi paling rendah.
"Global melihat, Indonesia suka tidak konsisten terhadap kontrak yang sudah disepakati dan ini berujung kepada susahnya naik peringkat kita," ucap Heri.
Ia pun berharap kasus yang terjadi antara KBN dan KTU tidak terulang kembali dengan mengubah kontrak yang telah disepakati sejak awal oleh kedua belah pihak.
"Kasus ini harus dijadikan pelajaran agar ke depan lebih baik lagi. Kontrak yang sudah disepakati di tengah jalan, hanya pergantian direksi kok boleh diubah, jadi kontrak yang lama diabaikan," papar Heri.
Polemik pembangunan Pelabuhan Marunda tidak kunjung henti. KBN dan PT Karya Tekhnik Utama (KTU) membentuk anak usaha PT KCN dengan porsi kepemilikan saham KBN 15 persen (Goodwill) yang tidak akan terdelusi dan KTU 85 persen.
Seiring berjalannya waktu, KBN meminta revisi komposisi saham yang akhirnya disepakati menjadi 50:50. Namun KBN tak mampu menyetor modal hingga batas waktu yang ditentukan karena ternyata tidak diizinkan oleh Kementerian BUMN sebagai pemilik saham KBN dan juga Dewan Komisaris PT KBN.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News