Ia menjelaskan, sesuai dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam, disebutkan wewenang impor garam hanya melalui rekomendasi Menteri Kelautan dan Perikanan.
Sampai sekarang, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti belum mengeluarkan rekomendasi impor garam tersebut. KKP masih berpegang pada neraca garam yang dipegangnya. Dalam neraca garam itu sudah jelas menggambarkan supply-demand garam nasional dari 2016-2018, serta kebutuhan impor garam.
Dalam neraca garam 2016-2018 yang diperoleh Medcom.id menyatakan kebutuhan garam impor untuk tahun ini sebesar 2.133.776 ton. Besaran impor itu dihitung dari kebutuhan sebesar 3.983.280 ton dikurangi stok awal sebesar 349.505 ton dan produksi sepanjang 2018 sebesar 1,5 juta ton.
"Kita bertahan, karena belum dikurangkan carry over dan estimasi produksi garam rakyat," kata Brahmantya kepada Medcom.id, Jakarta Senin, 29 Januari 2018.
Brahmantya juga menjelaskan, bahwa impor garam ini bukan hanya terjadi tahun ini. Impor garam dilakukan setiap tahun ketika produksi tidak sesuai dengan kebutuhan.
"Jadi gini, impor itu memang (per tahun). Saya sudah punya neraca garam itu, yang saya maintenance dua tahun terakhir 2016-2018. Impor garam industri itu ada, karena kan kita ngomongnya suplai demand. Artinya, kalau kebutuhan lebih besar dari ketersediaan berarti harus impor," beber dia.
Garam Konsumsi Rumah Tangga Cukup
Meskipun tahun ini Indonesia harus mengimpor garam, Brahmantya melanjutkan, masyarakat Indonesia tidak perlu khawatir karena yang diimpor adalah garam industri. Sementara garam untuk dapur yang menjadi konsumsi masyarakat cukup.
"Kalau estimasi begitu cukup. Apabila terjadi kekurangan garam untuk garam konsumsi dapat dipenuhi oleh impor dari BUMN dibidang pergaraman (PT Garam)," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News