Menurut Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen (SPK) Kemendag, Widodo, dikeluarkannya aturan tersebut membuat omzet pedagang pakaian bekas merugi hingga 300 persen.
"Sekarang penjualan pakaian bekas impor sudah mulai menurun. Omzet Rp1 juta semula, setelah ada pengumuman dari kita turun jadi sekitar Rp300-Rp400 ribu," ucap Widodo, kepada Metrotvnews.com, saat ditemui di kantor Kementerian Perdagangan, Jalan MI Ridwan Rais No.5, Jakarta Pusat, Jumat (20/2/2015).
Namun ternyata, aku dia, penjualan pakaian bekas impor tersebut masih saja beredar, utamanya bagi pedagang di pinggir jalan. Hal ini, sebut dia, merugikan konsumen karena selain berbahaya, perdagangan tersebut juga memiliki unsur penipuan.
"Yang bikin rugi konsumen itu tak ada pemberitahuan dari pedagang, bahwa pakaian yang dia jual adalah pakaian bekas," ungkap Widodo.
Ia menyatakan, hal ini harus terus diberantas. Caranya, menurut dia, dengan menggunakan barang-barang reject yang harganya setara dengan pakaian bekas impor.
"Serang pakaian bekas itu dengan produk dalam negeri. Banyak yang murah kok. Bisa juga (pakaian bekas) impor diserang dengan pakaian reject, yakni pakaian yang salah jahit, kancing dan segala macam tapi masih baru dan belum pernah dipakai. Seperti yang dilakukan pedagang baju di Banyumas," papar dia.
Hal itu boleh dilakukan, ujar dia. Pasalnya, pakaian reject hanya lah pakaian yang salah dalam menjahit, pola, serta kancing. Namun pakaian tersebut tetap dalam kondisi baru yang tidak mengandung bakteri dan belum dipakai oleh siapa pun.
"Itu tidak apa-apa. Karena yang dilarang itu pakaian bekas impor yang mengandung banyak bakteri dan menimbulkan penyakit," pungkas Widodo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id