Menurutnya, kesalahan ini sudah terjadi sejak dari masa lalu karena BUMN infrastruktur agak terlambat menggarap proyek-proyek besar. Padahal, perusahaan pelat merah mempunyai tanggung jawab sebagai embrio dalam mengakselerasi pembangunan Indonesia.
"Tidak ada visi besar infrastruktur oleh BUMN infrastruktur. BUMN lebih care dengan bottom line. Kalau Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), yang penting profit-nya naik setinggi-tingginya. Jadi, misi BUMN yang harusnya jadi katalis infrastruktur jadi terabaikan," tutur Bambang, di Hotel Kempinski, Jakarta Pusat, Kamis (2/4/2015).
Bambang, yang juga Ekonom UI ini membeberkan, dahulu pemerintah hanya melihat kinerja BUMN dari pencapaian laba bersih. Belum ada fokus untuk membenahi infrastruktur dengan upaya melibatkan peran bank infrastruktur atau lembaga pembiayaan yang fokus mendanai proyek-proyek infrastruktur.
"Dulu ada Bapindo, kalau sesuai jalurnya mereka jadi lembaga pembiayaan infrastruktur atau pembangunan. Sayang, Bapindo mengarah pada bank umum yang sebagian besar simpanan Dana Pihak Ketiga bersifat jangka pendek, sedangkan proyek infrastruktur durasinya jangka panjang," terang Bambang.
Dia menambahkan adanya miss match membuat Bapindo terlalu fokus menjadi bank umum yang mengandalkan dana nasabah sehingga tidak mampu bertahan saat krisis ekonomi menerjang Indonesia. Sehingga tidak ada lagi lembaga yang fokus pada infrastruktur.
"Akhirnya kesadaran infrastruktur kita melemah karena tidak punya lembaga pembiayaan infrastruktur. Jadi anggaran infrastruktur tergantung APBN yang saat itu terbebani belanja subsidi BBM sampai Rp250 triliun sehingga alokasi infrastruktur jadi sangat terbatas," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id