Aktivitas jual-beli di pasar yang terletak di Jalan Percetakan, Jayapura, mulai terlihat di sore hari. Beberapa perempuan terlihat turun dari sebuah mobil angkutan dengan membawa dagangan.
Mobil tersebut memang digunakan khusus sebagai transportasi para Mama di pasar. Setelah turun, satu per satu mulai merapikan dagangan mereka di masing-masing blok.
Dagangan yang mereka jajakan tak banyak, hanya sayuran, ubi, buah-buahan, sirih-pinang, ikan asap, hingga aneka ragam kerajinan tangan khas Papua lainnya.
Tak banyak dagangan yang dijajakan, di sini juga tak begitu riuh seperti pasar-pasar umumnya di Pulau Jawa. Hanya ada segelintir orang yang membeli buah atau ikan asap.
Pembelinya pun beragam, ada masyarakat asli Papua dan juga pendatang yang ingin membeli atau sekadar berbincang dengan mama-mama Papua.
Perjuangan

Penjual yang menjajakan aneka dagangan di Pasar Mama Mama. dok. Askrindo
Berbicara tentang Pasar Mama-Mama tak lepas dari perjuangan perempuan Papua. Belasan tahun memperjuangkan untuk memiliki tempat dagang yang layak, hingga akhirnya terwujud.
Yuliana Pigay, Miriam Awarawi dan Dolfiance Sraun pada 20 Oktober 2014 diundang Presiden Joko Widodo ke Jakarta. Mereka menyampaikan aspirasi perempuan-perempuan Papua yang ingin memiliki pasar.
Akhirnya pada 20 April 2016, pasar tersebut resmi dibangun. Presiden Jokowi secara langsung melakukan peletakkan batu pertama atau groundbreaking.
Pasar yang terletak di bekas pool bus Damri di Distrik Gurabesi, Kecamatan Jayapura Utara, Kota Jayapura rampung setahun kemudian. Serta baru diresmikan pada 2018.
Kasih Ibu
.jpeg)
Penjual buah di Pasar Mama Mama. dok. Askrindo
Harga jual di pasar ini memang lebih mahal, para pendatang di luar Papua mungkin cukup kaget. Satu buah nanas dihargai Rp30 ribu, begitu juga dengan alpukat yang per buahnya Rp10 ribu.
Meski mahal, namun buah-buah yang jual cukup segar. Para mama-mama dengan sigap memotong-motong buah yang kemudian dimasukkan dalam plastik.
Melihat perjuangan para mama ini membawa dagangannya, rasanya tak menjadi soal jika harga yang ditawarkan mahal. Perjalanan ke pasar juga tentunya tidak mudah.
"Saya bawa dari jauh (dagangan) saya. Ada yang saya tanam sendiri, ada juga yang saya beli dari orang lain," ungkap Menderi Marian sambil tersenyum.
Menderi Marian adalah satu dari ratusan perempuan yang berjualan di Pasar Mama-Mama. Di usia yang tak muda lagi, dia harus berjualan hingga malam hari untuk menghidupi keluarganya di Wamena.
Dia menjajakan buah-buahan segar antara lain, nanas, pepaya, pisang serta alpukat mentega. Dia menjadi tulang punggung ekonomi keluarga.
Kasih sayang ibu memang tiada ujungnya. Menderi harus rela meninggalkan anaknya di Wamena untuk mencari nafkah demi kelangsungan hidup keluarga.
"Anak saya di Wamena, tidak ikut di sini. Harga pesawat mahal, jadi saya jarang pulang. Bisa satu bulan atau dua bulan tidak pulang tergantung hasil jualannya," tuturnya sambil mengunyah pinang.
Menderin bercerita kerap merindukan anaknya di Wamena, namun dia harus kuat untuk menghidupi keluarga. Dia berjuang untuk meningkatkan ekonomi keluarga.

Penjual ikan asap di Pasar Mama Mama. dok. Askrindo
Senada dengan Menderi, kakak-beradik Suntike Imbiri dan Paulina Imbiri juga telah lama menjadi penjual ikan asap di Pasar Mama-Mama.
Sebelum ada pasar ini, mereka kerap berjualan di pinggir jalan. Ikan yang mereka beli dari nelayan kemudian di asap dan dijajakan di pasar Mama-Mama ini.
Harganya pun beragam. Untuk ikan tuna asap ukuran besar harganya mencapai Rp200 ribu. Sementara ikan dengan ukuran sedang dijual Rp60 ribu-Rp100 ribu tergantung ukuran.
Menurutnya, omzet yang diperolahnya setelah berjualan di pasar ini meningkat. Meski demikian, dia mengaku penjualannya terkadang juga sepi.
"Kalau sehari kami biasa bawa uang tidak menentu kadang Rp700 ribuan kadang bisa Rp2 jutaan," ujarnya diselingi candaan.
Bertepatan dengan peringatan Hari Ibu, rasanya tak lepas dari perjuangan perempuan-perempuan di Papua untuk memperjuangkan haknya memperoleh pasar yang layak.
Pasar Mama-Mama Papua merupakan bagian dari Program penguatan ekonomi rakyat Papua. Bahkan, peringatan Hari Ibu pada 2017, Presiden secara langsung memperingati di Papua.
Menurutnya ibu-ibu di Papua atau yang populer disebut mama-mama merupakan simbol perjuangan kaum ibu. Keterlibatan perempuan dalam menggerakkan ekonomi merupakan bukti perjuangan kaum perempuan untuk mengisi pembangunan.
Pasar Mama-Mama Papua dibangun Pemerintah Pusat melalui Yayasan BUMN Hadir Untuk Negeri. Bantuan tersebut berasal dari beberapa perusahan BUMN, salah satunya PT Askrindo (Persero).
Akrindo sebagai perusahaan BUMN telah berkontribusi pada pendanaan proyek proyek pembangunan di wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan dan Terluar) di Indonesia sebesar Rp1 miliar.
Perusahaan tersebut juga konsisten dalam menjalankan program pemerintah yakni sebagai penjamin Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan mendorong program pembangunan infrastruktur.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News