Beberapa hal yang akan dipelajari dalam studi, antara lain pengadaan signage atau tanda terkait akses MRT di area publik. Kemudian penerangan di trotoar agar pejalan kaki aman saat malam hari.
"Untuk MRT ini memang kita dorong untuk tidak hanya fokus pada konektivitas antarmoda, tetapi juga pejalan kaki, pesepeda, bahkan pengguna skutter," ujar peneliti ITDP Yoga Adiwinarto di Kantor MRT Jakarta, Wisma Nusantara lantai 22, Jakarta Pusat, Kamis, 11 Juli 2019.
Di samping itu, pemetaan jalur sepeda juga akan dirancang di mana konsepnya serupa dengan merancang jalur penyandang disabilititas. "Tapi untuk pesepeda ini tidak bisa cepat direalisasikan karena fokusnya saat ini lebih ke pejalan kaki terlebih dulu," imbuhnya.
Studi ini selain untuk mendorong fasilitas umum yang ramah bagi pejalan kaki, juga sebagai upaya mendorong Jakarta yang ramah lingkungan. Sebab, dengan demikian masyarakat menjadi antusias untuk menggunakan angkutan massal ketimbang menggunakan kendaraan pribadi untuk bepergian.
Pada kesempatan yang sama Direktur PT MRT Jakarta William Sabandar mengatakan dari total 13 stasiun MRT mulai dari Lebak Bulus hingga Bundaran HI, belum sepenuhnya ramah bagi pejalan kaki.
"Kalau Anda lihat aksesibilitas stasiun kita belum terlalu ramah. Sepanjang trotoar Sudirman-Thamrin memang ada, tetapi setelah Blok M itu yang menjadi tantangan," jelasnya.
William berharap program kolaborasi ini dapat memperbaiki perilaku masyarakat untuk beralih menggunakan transportasi umum.
"Kami juga akan meminta masukan dari masyarakat. Jangan sampai MRT ini sudah sampai di kawasan mereka, tetapi mereka tidak merasakan peningkatan akses," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News