Komisioner Ombudsman RI Ahmad Suaedy mengatakan dari survei lapangan, peraturan masih dalam persiapan dan belum memasuki tahap implementasi.
"Beberapa yang masih persiapan adalah LPH atau Lembaga Penjamin Halal, itu adalah lembaga yang ada di banyak tempat, bisa dilakukan oleh swasta dan pemerintah yang di dalamnya ada auditor. Tapi belom terkoordinasi dengan baik dan aturannya belum siap," ujar Suhaedy dalam diskusi di Jakarta, Rabu, 25 September 2019.
Begitu juga dengan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Ombudsman menilai lembaga tersebut seharusnya tidak hanya beroperasi di Jakarta, tetapi juga ada di kawasan regional wilayah. "Tapi sampai sekarang aturannya belum ada," imbuhnya.
Lalu keberadaan auditor. Ombudsman bilang, penilaian dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) saja tidak cukup. Ombudsman menyarankan dibuat juga pusat-pusat penelitian halal di perguruan tinggi.
"Sekarang ada 50 perguruan tinggi yang bekerja sama dengan Kementerian Agama (Kemeng) untuk melakukn ini, tapi belum memproduksi auditor dengan baik," paparnya.
Selain itu pembiayaan sertifikasi bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang dinilai belum cukup komprehensif. Berdasarkan data Kementerian UMKM, kata Suhaedy, dari sekitar 70 juta UMKM, baru sekitar satu juta yang difasilitasi mendapatkan sertifikat halal.
"Kemenag mengatakan dua tahun ini sifatnya masih percobaan. Ini bisa dibilang pelunakan ya, padahal secara undang-undang harus dilaksanakan," kata Suhaedy.
Suhaedy mengimbau jangan sampai karena kurangnya persiapan, nantinya ada UMKM yang menjadi korban perundungan ketika mandatori ini sudah diimplementasikan.
"Kami khawatir juga kalau ada main hakim sendiri, itu kami pesan juga terhadap pemerintah dan Kemenag, jangan sampai masyarakat yang merasa paham undang-undang, lalu menggeruduk UMKM yang belum punya sertifikat halal," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News