Pemerintah RI menyebut, bahwa salah satu faktor penghambat peningkatan daya saing adalah mismatch, atau ketidaksesuaian lulusan institusi pendidikan dengan kebutuhan industri.
"Salah satu isu besar saat ini adalah mismatch antara kebutuhan dunia kerja dengan latar belakang pendidikan. Kemampuan tenaga kerja tidak sesuai dengan yang dibutuhkan industri," ujar Pelaksana tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Arif Baharudin dalam Forum Internasional Pertumbuhan Ekonomi dan Kebijakan Publik (AIFED) ke-9, di Hotel Inaya Putri Bali di Nusa Dua, Bali, Jumat 6 Desember 2019.
Dalam hal pendidikan pun, sambung Arif, Indonesia masih kalah dengan beberapa negara tetangga. Hal ini dapat terlihat dari tenaga kerja di Indonesia yang masih didominasi latar belakang pendidikan sekolah dasar (SD).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tenaga kerja Indonesia per Februari 2019 masih didominasi lulusan SD dengan persentase 40,51 persen. Kisaran 40-an persen belum banyak berubah dalam tiga tahun terakhir.
"Ini tantangan besar. Pemerintah sudah mengalokasikan 20 persen untuk pendidikan di APBN. Tapi eksekusinya ini masih menjadi PR besar," sebut Arif.
Pada 2020, Pemerintah RI berencana mendorong pendidikan vokasional sebagai salah satu upaya meningkatkan daya saing tenaga kerja Indonesia. Untuk tahap awal, sekitar 6.000 orang akan dilatih di pusat pendidikan vokasi. Mayoritas yang akan dilatih adalah lulusan Sekolah Menengah Kejuruan.
"Pendidikan vokasi diperlukan untuk mempersempit skill gap lulusan institusi pendidikan dengan yang dibutuhkan sektor industri," pungkas Arif.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id