Suprajarto saat konferensi pers menolak menjadi Dirut BTN. FOTO: Medcom.id/Husen Miftahudin
Suprajarto saat konferensi pers menolak menjadi Dirut BTN. FOTO: Medcom.id/Husen Miftahudin

Penolakan Suprajarto Menandai Sistem Perekrutan BUMN yang Tak Jelas

Annisa ayu artanti • 30 Agustus 2019 10:41
Jakarta: Penolakan Suprajarto terhadap hasil Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) memberi tanda bahwa sistem perekrutan direksi perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak jelas.
 
Hal tersebut disampaikan Direktur Eksekutif Sinergi BUMN Institue Achmad Yunus yang mengatakan selama ini rotasi direksi BUMN tidak melihat aspek profesionalisme personal direksi.
 
Pemilihan orang yang menduduki kursi direktur utama perusahaan BUMN juga menghilangkan persyaratan hard dan soft skill kompetensi serta mengabaikan coporate culture.

"Sistem rekrutmen yang digembar-gemborkan oleh Kementerian BUMN melalui talent pool BUMN tidak jelas, karena semua dilakukan secara tertutup," kata Achmad dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 30 Agustus 2019.
 
Menurutnya, penunjukan Direksi BUMN dengan sistem yang telah berjalan saat ini bukanlah bentuk penugasan dari negara melainkan penunjukan pengelolaan perusahaan secara profesional.
 
Dalam perekrutan, direksi BUMN diberikan target pencapaian pendapatan, laba dan lain-lain. Atas target-target tersebut diperhitungkan pula remunerasi yang diterima meliputi gaji, tunjangan-tunjangan termasuk bonus yang menjadi hak para direksi atau komisaris BUMN.
 
"Karena dasar itu maka wajar kiranya jika Suprajarto menolak jabatan sebagai Dirut BTN yang hitung-hitungan profesionalnya belum jelas atau bisa lebih rendah dari BRI," ujarnya.
 
Ia membeberkan, direktur utama BUMN seperti BRI bisa mendapatkan penghasilan di atas Rp250 juta per bulan. Selain itu jabatan direktur utama juga mendapat fasilitas seperti mobil dinas premium, club membership atau corporate member, dan biaya representasi dalam bentuk corporate credit card, rumah jabatan, jaminan kesehatan unlimited di dalam maupun luar negeri, belum lagi honorarium sebagai komisaris anak perusahaan.
 
"Sistem rekrutmen yang berjalan saat ini merupakan bukti bahwa terjadi pergeseran nilai dalam pengelolaan BUMN. Nilai-nilai ideologis yang melatar belakangi didirikannya BUMN oleh founding parents kita diabaikan," ungkapnya.
 
Ia menyarankan kepada Presiden Joko Widodo supaya dalam kabinet berikutnya Kementerian BUMN dihapuskan. BUMN yang melakukan fungsi pelayanan publik dikembalikan pembinaanya kepada Kementerian teknis. Hal itu dilakukan agar terjadi integrasi antara program pemerintah melalui APBN dengan BUMN.
 
"Penunjukan direksinya pun diwenangkan kepada Menteri teknis yang lebih paham kompetensi dan culture yang dibutuhkan sehingga bisa saling mendukung dan mengurangi porsi APBN dalam pembiayaan layanan publik," pungkas dia.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AHL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan