Darmin yang memimpin Delegasi RI berangkat pada tanggal 8-9 April 2019 dalam rangka misi bersama (joint mission). Darmin mengatakan tujuan utama joint mission ini untuk menyampaikan kekecewaan dan melawan Delegated Act yang telah diadopsi oleh Komisi Eropa pada 13 Maret 2019 lalu.
"Selama dua hari kunjungannya, para Delegasi akan melakukan pertemuan dengan Komisi, Parlemen dan Dewan Eropa serta berbagai stakeholder yang terlibat dalam rantai pasok industri sawit di pasar Uni Eropa," kata Darmin dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin, 8 April 2019.
Indonesia merespons kebijakan diskriminatif Uni Eropa yang mengklasifikan produk kelapa sawit sebagai komoditas bahan bakar nabati yang tidak berkelanjutan dan berisiko tinggi/ Indirect Land Use Change (ILUC), dan kini telah diadopsi dalam regulasi turunan (Delegated Act) dari kebijakan Renewable Energy Directive II (RED II).
Pemerintah telah mengeluarkan 10 poin sikap atas langkah diskriminatif Uni Eropa terhadap komoditas kelapa sawit. Tidak hanya itu, pemerintah juga telah menggandeng dunia usaha asal Uni Eropa melalui pertemuan dengan International Chamber of Commerce & European Union MNCs di Kementerian Luar Negeri pada 20 Maret 2019.
"Hubungan baik antara Indonesia dan Uni Eropa yang sudah terjalin sejak lama, terutama dalam bidang ekonomi, yang seharusnya tetap dapat dibina dengan baik," tegas Darmin.
Anggota Delegasi RI terdiri dari Staf Khusus Kementerian Luar Negeri RI Peter F Gontha, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kemenko Perekonomian Musdhalifah Mahmud, Deputi Bidang Koordinasi Kerjasama Ekonomi Internasional Kemenko Perekonomian Rizal Affandi Lukman, Direktur Pengamanan Perdagangan Kementerian Perdagangan Pradnyawati, dan perwakilan-perwakilan asosiasi kelapa sawit nasional.
Delegasi Malaysia dipimpin Sekretaris Jenderal Kementerian Industri Utama (MPI) Malaysia Dato’ Dr. Tan Yew Chong, sementara Duta Besar Kolombia di Brussel Felipe Garcia Echeverri memimpin delegasi Kolombia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News