Anggota DPR Komisi VII, Satya W Yudha, menilai dua kementerian tersebut tak kunjung menghasilkan kesepakatan bersama. Masing-masing pihak saling ngotot satu sama lain. Menurut dia, faktor komunikasi, integrasi dan sinkronisasi mereka tidak berjalan dengan baik.
"Jangan mereduksi yang lain. Memelihara (potensi) harus kita jaga. Kalau dua faktor bisa kita jaga dengan baik, dan adanya koordinasi antarkementerian, itu bisa memaksimalkan perekenomian kita," kata Satya, dalam diskusi Polemik di Warung Daun, Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (28/3/2015).
Anggota Fraksi Partai Golkar ini menilai sejumlah kementerian terkait memiliki outlook masing-masing. Akan tetapi, outlook itu, kerap tidak sejalan dan menimbulkan tumpang-tindih satu sama lain. Maka dari itu, dia meminta ketegasan Presiden Joko Widodo, melalui Wapres Jusuf Kalla untuk mengambil sikap.
"Kita berharap pemerintahan yang baru. Punya wapres, yang sejatinya punya semangat, ada jalan keluar. Dua-duanya (kemenhub dan Kemen ESDM) punya alasan yang bagus. Kalau ada inovasi. Jangan bertabrakan," tukas dia.
Kementerian Perhubungan yang diwakili Direktur Pelabuhan dan Pengerukan, Adolf Richard Tambunan, menegaskan, pihaknya akan tetap membangun pelabuhan tersebut. Pihak bersedia tidak akan menggusur lahan produksi migas yang sudah berlangsung sejak 1971.
"Ini murni kepentingan nasional. Kita bisa menggeser tiga kilometer ke arah barat dan co-exist (berdampingan) dengan produksi migas," tukas dia.
Sementara itu, Plt Dirjen Migas Kementerian ESDM, I Gusti Nyoman Wiraatmadja, menegaskan, pihaknya tidak ingin lahan produksi migas terganggu akibat adanya pembangunan tersebut. Sebab, banyak risiko yang harus ditanggung, jika hal itu tetap dipaksakan.
Seperti halnya sepertiga pasokan listrik untuk Ibu Kota melalui PLTGU Muara Karang, yang sumber utamanya di Cilamaya, akan seketika padam selama dua bulan. Karena, produksi migas yang harus berhenti.
"Kalau bisa, jangan di sana. Cadangan kita menipis. Kalau diganggu produksi akan menurun. Kalau tetap dibangun, untuk co-exist, listrik Jakarta mati. Pupuk kujang merugi," ujar dia.
Berdasarkan data yang dimiliki Kementerian ESDM, nominal potensi kerugian antara lain. Penyetopan produksi migas selama pembangunan, potensinya senilai Rp78 triliun. Kerugian PLN sebesar Rp1,322,9 triliun dan kerugian Pupuk Kujang Rp1,450,8 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News