Menteri Perindustrian (Menperin) Saleh Husin mengatakan, pemberlakuan SVLK itu akan menghilangkan kewajiban uji tuntas (due diligence) yang menjadi beban biaya bagi eksportir yang selama ini dialami oleh produk olahan kayu Indonesia yang diekspor ke Uni Eropa. Apalagi, industri furnitur kayu sebagian besar merupakan industri kecil menengah.
"Berlakunya SVLK secara mandatory untuk seluruh produk berbahan kayu diharapkan berdampak positif terhadap industri hilir pengolahan kayu. Utamanya furnitur kayu karena dengan begitu tingkat kepercayaan buyer internasional, terutama dari Uni Eropa terhadap produk olahan kayu Indonesia dijamin legalitasnya," kata Saleh dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Jumat (13/5/2016).
Menurutnya, kepercayaan juga terkait bahan baku kayu yang bersumber dari hutan lestari atau Sustainable Forest Management (SFM) yang nantinya meningkatkan daya saing produk furnitur kayu Indonesia dan membuka peluang pasar yang lebih besar.
Beleid pemberlakuan SVLK secara mandatory itu tertuang pada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 25 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan No.89/M-DAG/PER/10/2015 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan.
Ketentuan ini memuat perubahan prinsip dari peraturan sebelumnya, di mana penerapan SVLK berlaku secara mandatory untuk semua produk berbahan baku kayu. Sebelumnya, penerapan SVLK voluntary untuk 15 HS, termasuk furnitur kayu.
Saleh melanjutkan, setelah keberterimaan produk kayu Indonesia berlaku secara resmi melalui skema SVLK oleh Indonesia untuk memenuhi skema FLEGT Uni Eropa, aplikasi penuh dari sistem ini di Uni Eropa diharapkan agar dapat segera diberlakukan. Skema ini menggunakan Dokumen V-Legal sebagai dokumen eksportasi produk kayu ke pasar internasional khususnya Uni Eropa.
"SVLK juga menjadi upaya perbaikan tata kelola kehutanan yang perlu didukung oleh para pihak terkait. Diharapkan tidak menjadi beban bagi pelaku usaha namun justru dapat menjadi investasi perbaikan manajemen industri pengolahan kayu," pungkas Saleh.
Produk industri kehutanan merupakan salah satu produk ekspor nasional yang memberikan kontribusi dengan tren yang terus meningkat selama lima tahun terakhir sebesar dua persen. Nilai ekspor produk industri kehutanan tercatat USD10,6 miliar pada 2015 atau delapan persen dari total ekspor nonmigas Indonesia.
FLEGT sendiri merupakan Forest Law Enforcement Governance and Trade atau Penegakan Hukum, Tata Kelola dan Perdagangan Bidang Kehutanan. Negosiasi Indonesia dan Uni Eropa dalam rangka FLEGT Voluntary Partnership Agreement dinakhodai oleh Kementerian Luar Negeri dan melibatkan para pemangku kepentingan baik dari unsur pemerintahan seperti kementerian, unsur industri dan masyarakat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id