"Hal ini akan sangat berbahaya bagi kedaulatan pangan Indonesia di tengah harga beras yang terus meningkat akhir-akhir ini," demikian peringatan tersebut disampaikan pakar agronomi yang juga aktivis lingkungan hidup, Emmy Hafidz, dalam siaran persnya, di Jakarta, Kamis (26/2/2015).
Menurut dia, pembangunan pelabuhan ini nantinya akan mengakibatkan konversi lahan pertanian menjadi perumahan dan industri. Kondisi demikian dinilai kontra produktif dengan target Presiden Joko Widodo yang akan mencetak satu juta ha lahan pertanian baru dalam waktu lima tahun.
Wanita yang juga merupakan aktivis lingkungan hidup ini mengingatkan, Karawang merupakan 'periuk nasi' bangsa Indonesia, karena produksi beras Karawang merupakan yang terbesar dan terbaik di Tanah Air. Bahkan, beras dengan kualitas nomor satu pun dihasilkan dari wilayah ini.
"Kalau pun ada pencetakan lahan baru, belum tentu menyamai kualitas dan produktivitas lahan pertanian di Karawang. Ancaman itu tidak main-main. Saat ini saja sudah dipastikan banyak spekulan yang sudah mengincar tanah di daerah tersebut. Dan begitu pembangunan dimulai, maka transaksi atas lahan pertanian secara besar-besaran akan terjadi," tuturnya.
Dia mencontohkan, dahulu Cengkareng dikenal sebagai hutan mangrove di kawasan utara Jakarta. Namun begitu bandara dibangun, maka mangrove semakin habis sehingga saat ini hanya menyisakan 25 ha saja.
"Pemerintah harusnya tanggap dan segera menghentikan rencana proyek tersebut. Mengapa proyek tersebut seperti dipaksakan? Mengapa tidak digeser saja ke luar Jawa, seperti Kota Agung Lampung, yang merupakan pelabuhan alam?" kata Emmy.
Oleh karena itu, Emmy mendesak, agar berbagai kajian yang dilakukan terkait Pelabuhan Cilamaya, harus memasukkan bahasan mengenai pertanian di Karawang. Tidak hanya kajian yang dilakukan Menko Kemaritiman Indroyono Soesilo, namun juga Amdal yang saat ini pun sebenarnya masih bermasalah. Tidak hanya pertanian, potensi lain yang akan terganggu adalah peternakan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News