Sekretaris Jenderal Kemenperin Haris Munandar mengatakan salah satu penopang pertumbuhan industri adalah sektor nonmigas. Sektor ini menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi Indonesia karena mampu memberikan efek turunan yang luas ke masyarakat.
Selain bisa meningkatkan penyerapan tenaga kerja, suatu kawasan industri bisa menggerakkan investasi dan meningkatkan nilai ekspor.
"Pada kuartal III-2017, realisasi pertumbuhan industri Indonesia 5,49 persen di atas realisasi pertumbuhan ekonomi 5,06 persen. Pada 2018 kami targetkan 5,67 persen," kata Haris saat membuka seminar Outlook Ketahanan Energi untuk Mendukung Pertumbuhan Industri Nasional 2018, seperti dikutip dalam keterangan tertulisnya, Rabu 13 Desember 2017.
Mantan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industr (BPPI) Kemenperin menambahkan optimisme instansinya bahwa kinerja industri manufaktur bisa meningkat tahun depan akan ditopang oleh beberapa sektor yaitu makanan dan minuman, pupuk dan petrokimia, kertas dan bubur kertas, farmasi, logam dasar, alat angkut, dan elektronika.
"Untuk dapat menjamin sektor-sektor industri itu bisa bekerja maksimal, diperlukan ketahanan dan jaminan pasokan energi yaitu gas dan listrik," ujarnya.
Head of Marketing and Product Development Division PGN Adi Munandir menambahkan PGN siap mengamankan pasokan gas bumi untuk membantu pemerintah mencapai target pertumbuhan industri tahun depan. "Kami siap membantu pemerintah dalam pengelolaan gas bumi terintegrasi," kata Adi.
Menurut Adi, perencanaan dan aksi industri yang terintegrasi dengan distribusi gas bumi menjadi salah satu cara untuk menjaga pertumbuhan industri dalam jangka panjang.
"Hanya dengan kebijakan gas terintegrasi, maka gas domestik bisa dimanfaatkan secara optimal untuk industri dalam negeri, sekaligus bisa mendukung terciptanya pasar baru," jelas Adi.
Menurut Adi, PGN juga sudah menyiapkan PGN 360degree integrated solution, dengan mengembangkan lini bisnis perusahaan di semua mata rantai distribusi mulai dari penyediaan, infrastruktur, pemanfaatan, dan layanan pendukungnya bagi pelanggan perseroan.
Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri mengingatkan pemerintah untuk menjaga konsistensi kebijakan jika ingin membantu pelaku industri meningkatkan kinerjanya ke depan.
Faisal mencatat, Pemerintah Indonesia kerap mengubah-ubah kebijakan di bidang energi yang justru merugikan investor sektor industri nonmigas. Ia mempertanyakan mengapa PT PLN (Persero) justru diizinkan untuk memiliki FSRU di Sumatera Utara, padahal BUMN lain sudah memiliki FSRU di Lampung yang seharusnya bisa dimanfaatkan oleh PLN.
"Pemerintah juga banyak membangun Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) untuk mendorong industri masuk. Padahal KEK itu konsep yang sudah kuno karena bea masuk di Indonesia sebenarnya sudah nyaris nol persen, mengapa harus ada KEK lagi karena hanya akan menjadi pintu masuk barang selundupan seperti Batam," tegas Faisal.
Terlebih, penetapan suatu daerah menjadi KEK tidak mempertimbangkan ketersediaan infrastruktur energi seperti pipa dan sumur gas yang didedikasikan untuk kebutuhan pelaku industri di dalam kawasan itu.
"Pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini sedang dalam tren pelemahan dan terus turun dalam tiga tahun terakhir. Mengapa pertumbuhan ekonomi terus melemah, karena manufakturnya mengalami deindustrialisasi yang prematur padahal berkontribusi banyak terhadap penerimaan pajak. Ini seharusnya menjadi warning bagi Pak Presiden Jokowi, yang sayangnya tidak pernah blusukan ke pabrik-pabrik," kata Faisal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News