Berdasarkan data Kementerian Perindustrian (Kemenperin) pada kuartal III-2017, sektor industri menyumbang sebesar 17,76 persen atau tertinggi dibandingkan dengan sektor lainnya. Mayoritas angka itu berasal dari pertumbuhan industri pengolahan nonmigas yang mencapai 5,49 persen atau lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,06 persen.
Cabang industri yang menopang kinerja manufaktur tersebut antara lain industri logam dasar yang tumbuh 10,6 persen, diikuti industri makanan dan minuman 9,49 persen, industri mesin dan perlengkapan 6,35 persen, dan industri alat transportasi 5,63 persen. Pada aspek ini, manufaktur perlu mendapat stimulus lebih guna mendorong kontribusi yang lebih besar.
Berkaca dari pertumbuhan industri pada kuartal III-2017, Kemenperin menargetkan pertumbuhan industri pengolahan nonmigas sebesar 5,67 persen pada 2018. Capaian ini dapat ditopang oleh semua subsektor terutama industri logam dasar, makanan dan minuman, alat angkutan, mesin dan perlengkapan, farmasi, kimia, dan elektronika.
Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto mengatakan keenam subsektor tersebut memiliki kontribusi paling besar dalam menopang pertumbuhan industri nasional. "Ini adalah sektor yang pertumbuhan ekonominya tinggi dan ini sektor yang akan mengangkat pertumbuhan dunia," kata Airlangga.
Industri makanan dan minuman diproyeksi masih menjadi andalan di tahun depan lantaran pertumbuhan industri makanan dan minuman terus mengalami peningkatan signifikan. Adapun tingkat konsumsi masyarakat diharapkan turut menguat dan mendukung pertumbuhan industri makanan dan minuman di masa mendatang.
Langkah itu memang harus sejalan dengan upaya pemerintah yang secara perlahan terus mengangkat kembali konsumsi masyarakat. Apalagi, konsumsi masyarakat menjadi salah satu motor utama penggerak pertumbuhan ekonomi selain arus investasi yang masuk. Hal ini juga perlu didukung dari aspek kebijakan dan payung hukum yang kuat.
Berdasarkan catatan Kemenperin, sumbangan industri makanan dan minuman terhadap total industri nonmigas mencapai 34,95 persen pada triwulan III-2017. Hasil kinerja ini menjadikan sektor tersebut menjadi salah satu kontributor terbesar dari sisi industri terhadap PDB dibandingkan dengan sektor lainnya.
Selain itu, capaian tersebut mengalami kenaikan empat persen dibandingkan dengan periode yang sama di 2016. Sedangkan, kontribusinya terhadap PDB nasional mencapai sebesar 6,21 persen pada triwulan III-2017 atau naik 3,85 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Selanjutnya dilihat dari perkembangan realisasi investasi, industri makanan dan minuman untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) triwulan III-2017 mencapai Rp27,92 triliun atau meningkat sebesar 16,3 persen dibandingkan dengan periode yang sama di 2016. Sedangkan, untuk Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar USD1,46 miliar.
"Pemerintah terus berupaya menjaga ketersediaan bahan baku yang dibutuhkan industri makanan dan minuman agar semakin produktif dan berdaya saing global. Apalagi sektor ini basisnya nilai tambah sehingga proses hilirisasi perlu dijamin," katanya.
Kendati demikian, Pengamat Ekonomi CORE Indonesia Muhammad Faisal menilai proyeksi pertumbuhan industri tahun depan secara total tak bakal mencapai lima persen. Pasalnya pertumbuhan industri beberapa tahun belakangan tak melebihi angka pertumbuhan PDB. Namun, pemerintah tetap wajib mendorong pertumbuhan industri di dalam negeri.
Pada kuartal II-2017, laju pertumbuhan industri bergerak di bawah pertumbuhan ekonomi. Kinerja pertumbuhan industri pengolahan nonmigas hanya sebesar 3,96 persen secara tahunan (yoy) dibandingkan dengan kuartal kedua tahun lalu. Laju pertumbuhan itu lebih lambat ketimbang kuartal sebelumnya sebesar 4,76 persen (yoy).
"Saya melihat pertumbuhan industri tahun depan tak akan melebihi lima persen atau di bawah target pertumbuhan ekonomi nasional yang diproyeksikan pemerintah," kata Faisal saat dihubungi Medcom.id.
Meski sektor konsumsi tahun depan diperkirakan meningkat, Faisal melihat, industri nonmigas masih akan tetap berjalan seperti tahun ini, di mana sektor sekunder masih akan mengalami perlambatan. "Industri disekunder masih akan turun tapi sektor jasa diperkirakan tetap tumbuh. Jadi tahun depan hampir sama dengan tahun ini," imbuh dia.
Produktivitas Pekerja hingga Harga Energi Masih Penghambat Tumbuhnya Industri
Sejumlah permasalahan masih akan menghambat pembangunan industri nasional pada 2018. Permasalahan tersebut masih serupa dengan hambatan di 2017 di antaranya produktivitas tenaga kerja dan rigiditas pasar tenaga kerja yang belum optimal.
Kemudian ketersediaan dan harga energi seperti wacana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) tahun depan dapat menekan pertumbuhan industri. Selanjutnya efisiensi logistik dan infrastruktur serta sumber pembiayaan industri yang lebih beragam juga masih akan berpengaruh.
"Sifatnya masih sama seperti di 2017 di mana harga energi dan biaya logistik serta produktivitas dan upah pekerja masih menjadi penghambat tumbuhnya industri ke depan," kata Faisal.
Meski demikian, Kemenperin sudah menyiapkan sejumlah strategi dalam mengantisipasi hambatan tersebut agar target pertumbuhan industri nonmigas sebesar 5,67 persen dapat tercapai. Kementerian yang dipimpin Airlangga ini berencana menyediakan sumber daya alam berbasis bahan baku dan energi untuk pembangunan industri dalam negeri.
Kemudian, peningkatan kemampuan teknologi industri untuk mendorong peningkatan mutu, efisiensi, dan produktivitas serta peran sektor keuangan pada pembiayaan industri. Kesemuanya ini diharapkan membuahkan hasil positif yang signifikan dan nantinya industri di Tanah Air bisa memberi efek positif bagi perekonomian Indonesia.
Selain itu, Kemenperin akan mendorong pemanfaatan global value chain oleh industri nasional di subsektor otomotif, elektronik, serta makanan dan minuman. Ketiga subsektor tersebut akan dikembangkan lebih dahulu di wilayah regional Asia Tenggara.
Penerapan dan perluasan pasar domestik dan ekspor produk-produk industri juga akan didorong seiring penguatan sumber daya manusia industri melalui program link and match. "Kemenperin mendorong melalui link and match, hampir semua perusahaan nasional dan multi nasional voluntary bersemangat untuk ikut," kata Airlangga.
Program lainnya adalah dengan melakukan pendalaman struktur lewat penguatan nilai rantai industri, pengembangan industri padat karya dan orientasi ekspor, pengembangan industri kecil dan menengah melalui platform digital, pengembangan industri berbasis sumber daya alam, dan pengembangan wilayah industri.
Airlangga menyebut pemerintah akan memberikan insentif pajak sebesar 200 persen bagi industri nasional yang memberikan pelatihan vokasi. Sejumlah stimulus memang tidak tanggung-tanggung diberikan lantaran pemerintah memang bersungguh-sungguh membangun industri di dalam negeri, seiring dengan efeknya bagi pembukaan lapangan pekerjaan.
Pemerintah Diminta Tarik Investor ke Sektor Industri
Akan tetapi, Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri menilai Pemerintahan Jokowi-JK kurang memberikan perhatian serius di sektor industri Tanah Air. Pasalnya, selama ini Presiden Joko Widodo jarang memantau secara langsung pabrik-pabrik industri nonmigas dan lebih fokus ke proyek pembangunan infrastruktur.
Padahal, lanjutnya, sektor tersebut memberikan kontribusi cukup besar terhadap perekonomian berupa penyerapan tenaga kerja, kesejahteraan masyarakat, dan penerimaan negara. Perhatian yang lebih besar dari pemerintah, bahkan bisa langsung dipantau oleh Presiden akan memberikan dampak besar terhadap melonjaknya pertumbuhan industri dalam negeri.
Hal serupa disampaikan Pengamat Ekonomi CORE Indonesia Muhammad Faisal. Menurutnya pemerintah disarankan untuk menciptakan kebijakan strategis di bidang industri agar pertumbuhannya mampu melampaui PDB layaknya negara tetangga. Kebijakan itu tentu baik dari aspek regulasi, penciptaan SDM berkualitas, hingga sejumlah stimulus berupa insentif.
Selain menyiapkan langkah aksi, pemerintah juga diminta menciptakan iklim usaha yang kondusif, melakukan deregulasi, menerbitkan paket kebijakan ekonomi, pembangunan infrastruktur, pengembangan kawasan industri serta pemberian insentif fiskal berupa tax allowance dan tax holiday untuk menarik investasi ke sektor industri.
"Pemerintah harus beri insentif pajak untuk menarik minat investor," imbuh Faisal.
Adapun pada periode 2017-2020 sudah ada 89 proyek investasi dengan nilai mencapai Rp527,5 triliun dan ditargetkan menyerap tenaga kerja sebanyak 544 ribu orang. Pada 2016, nilai investasi PMDN sektor industri mencapai Rp106,78 triliun atau tumbuh19,92 persen dibandingkan dengan di 2015 sebesar Rp89,04 triliun.
Sedangkan, untuk nilai investasi PMA, sektor industri 2016 memberikan sumbangan sebesar USD16,68 miliar atau meningkat 41,86 persen dibandingkan dengan di 2015 yang mencapai USD11,76 miliar. Investasi PMA ini memberikan kontribusi 57,61 persen dari total investasi PMA 2016 sebesar USD28,96 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News