Inflasi yang rendah tidak hanya mendorong ekonomi domestik lebih efisien dan berdaya saing, tetapi juga menjamin kemampuan masyarakat memenuhi kebutuhan pokok. Pengendalian inflasi dilakukan dengan menjaga ketersediaan pasokan barang dan jasa, khususnya pangan, melalui peningkatan kapasitas produksi nasional dan efisiensi di sepanjang rantai pasokan.
"Di sisi lain, daya beli masyarakat terus dijaga dengan berbagai program perlindungan sosial, terutama untuk masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah," kata Jokowi, dalam Pidato Presiden RI pada Penyampaian Keterangan Pemerintah Atas RUU Tentang APBN Tahun Anggaran 2019 beserta Nota Keuangan di depan Rapat Paripurna DPR RI, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis, 16 Agustus 2018.
Dalam kesempatan itu, Jokowi mengatakan pemerintah menyadari bahwa di 2019 masih banyak faktor yang akan menjadi tantangan dalam menjaga stabilitas serta pergerakan nilai tukar rupiah, baik dari faktor dinamika ekonomi negara maju, termasuk normalisasi kebijakan moneter di Amerika Serikat dan Eropa, maupun perkembangan ekonomi Tiongkok.
"Perlu kita sadari bersama bahwa tantangan ini tidak hanya dialami oleh rupiah, tetapi juga oleh banyak mata uang global. Nilai tukar rupiah di 2019 diperkirakan berada di kisaran Rp14.400 per USD," ungkap mantan Wali Kota Solo ini.
Lebih lanjut, ia menambahkan, iklim investasi terus diperbaiki agar efisien dan terukur, melalui deregulasi, debirokratisasi, dan simplifikasi. Hal ini penting untuk mendorong berkembangnya industri, khususnya industri skala kecil dan menengah di bidang manufaktur, konstruksi, serta industri jasa.
"Termasuk industri berbasis digital yang sangat bertumpu pada kualitas sumber daya manusia yang produktif dan inovatif. Penerapan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dan Online Single Submission (OSS) diharapkan efektif mengurangi birokrasi dan mempermudah para pelaku usaha," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News