Menanggapi hal itu, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Perkasa Roeslani mengaku kecewa. UU Tapera menurut dia hanya akan menjadi beban bagi perusahaan karena sebelumnya, pemerintah juga memiliki skema yang sama dalam Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
"Kita sih sebetulnya terus terang agak kecewa juga, tapi pemerintah mungkin punya pandangan lain. Dengan begini, itu kan jadi beban perusahaan di mana sebenarnya sudah ada di BPJS," ujar Rosan, usai Forum Diskusi "Indonesia-Malaysia, Buidling The Digital ASEAN Economic Community", di Hotel JW Marriott, Kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (23/2/2016) malam.
Dijelaskannya, para pengusaha ingin mendorong penciptaan lapangan pekerjaan yang lebih besar. Sayangnya, UU Tapera bakal menjadi pengganjal karena para pengusaha akan menunda penciptaan lapangan kerja baru akibat berkurangnya anggaran perusahaan untuk menambah pekerja.
"Ya membebani, tapi saya tidak ekstrem. Kalau diputuskan ya kita mesti jalani. Tapi ditanya beban pengusaha berapa dan pekerja berapa, ya pasti bebannya ke perusahaan," papar dia.
Kondisi demikian seharusnya pemerintah mendorong pengusaha dengan berbagai insentif dan jaminan agar dunia usaha menjadi bergairah. Paket kebijakan ekonomi yang diklaim sebagai insentif, diakui Rosan tak memiliki acuan yang jelas, sehingga sederet paket tersebut menjadi percuma.
"Harusnya beban itu nanti dikompensasi ke kebijakan lain yang bisa membuat biaya ekonomi tinggi makin turun, bisa melalui pajak, ekspor dan sebagainya. Tapi penerapan paket-paket kebijakan ekonomi nomor 1, 2 sampai 10 itu saya kira tidak ada acuannya, harusnya ada kerangkanya," cetus Rosan.
Sebelumnya, Kadin Indonesia bersama Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menolak tegas Rancangan Undang Undang Tabungan Perumahan Rakyat (RUU Tapera). Rosan mengungkapkan bahwa RUU Tapera membebankan sumber pendanaan pengadaan perumahan kepada para pelaku usaha.
"Pelaku usaha sudah dibebankan biaya sebesar 10,24-11,74 persen dari penghasilan pekerja untuk program jaminan sosial kesehatan dan ketenagakerjaan seperti jaminan hari tua, jaminan kematian, jaminan kecelakaan kerja dan jaminan pensiun," papar dia beberapa waktu lalu.
Senada dengan Rosan, Ketua Apindo Haryadi Sukamdani merasa RUU Tapera bakal memberi beban kepada pengusaha pemberi kerja sebesar 0,5 persen dari upah karyawan. Demikian halnya pada pekerja yang dibebankan sebesar 2,5 persen upah.
"Kami menegaskan untuk menolak RUU tersebut karena tidak sejalan dengan penciptaan iklim investasi yang kompetitif. Upaya pemerintah tersebut bakal menambah beban biaya perusahaan yang tidak semestinya," pungkas Haryadi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News