"Bicara tentang buruh di Belawan itu kami menjadi korban juga karena kami ini setiap tahun masih mengeluarkan pembayaran kepada buruh yang semestinya ngak lagi diperlukan. Kurang lebih nilainya Rp35 miliar per tahun," kata Bambang di Jakarta, dikutip dari Antara, Kamis (3/11/2016).
Menurut dia, biaya yang dikeluarkan oleh perseroan untuk membayar jasa buruh di pelabuhan terlampau tinggi.
"Peti kemas kami harus bayar (jasa angkut) Rp27.500 per boks, (muatan) curah cair juga bayar per ton, padahal sudah pakai pipa. Curah kering juga masih bayar. Ini yang kami keluhkan," kata dia.
Oleh karena itu Bambang menilai langkah Polda Sumatera Utara dan pengelola pelabuhan di Belawan membentuk tim cyber (siber) Pungli untuk memberantas praktik pungli.
"Kami berterima kasih kepada polda dan pemerintah yang telah membuat tim Cyber Pungli dan kebetulan di Belawan fokus pada buruh," tuturnya.
Menurut Bambang, permasalahan tersebut tidak hanya di Sumatera Utara, tetapi juga terjadi di semua pelabuhan. Bambang mengemukakan mulai hari ini penggunaan jasa buruh dibayar per orang yang hadir.
"Dulu enggak sesuai kebutuhan. Mereka hitungnya per boks dan ton, padahal enggak relevan. Mulai hari ini per orang. Yang dibutuhkan lima (orang), datang lima, kita bayar tiga. Dibutuhkan lima (orang), datang tiga, kita bayar tiga. Jadi lebih efisien," pungkas Bambang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News