Pakar Ekonomi Syariah Adiwarman Azwar Karim mengatakan pada tahun politik likuiditas akan membanjiri masyarakat sehingga daya beli meningkat dan kebutuhan lain seperti produk keuangan jangka panjang juga bertambah. Pada titik ini, industri jasa keuangan akan mendapatkan dana segar yang bisa digunakan untuk memacu bisnis.
Bahkan, lanjutnya, produk keuangan berupa asuransi berbasis syariah akan menjadi lebih menarik dibandingkan dengan asuransi konvensional. Hal ini dikarenakan praktik syariah mengedepankan asas saling membantu antarsesama nasabah asuransi dan bukan di tanggung sepenuhnya oleh perusahaan asuransi seperti layaknya produk konvensional.

Sumber: OJK
"Tahun ini asuransi syariah bisa tumbuh 20 persen karena likuiditas akan banjir oleh program pemerintah termasuk dari calon kepala daerah. Asuransi syariah sesuatu daya angkut yang lebih bersih dan tidak dicurigai," kata Adiwarman Azwar Karim, ditemui Medcom.id, di Grand Ballroom Kempinsky, Jakarta, Rabu malam, 24 Januari 2018.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Asosiasi Asuransi Syariah (AASI) Ahmad Sya'roni berkomentar serupa. Menurutnya masyarakat mulai sadar pembagian keuntungan dalam praktik asuransi syariah lebih adil karena tidak akan ada pihak yang menerima untung dengan jumlah lebih besar dibandingkan dengan pihak lainnya.

Sumber: Generali Indonesia
Di sisi lain, asuransi syariah juga akan mendapat promosi secara gratis saat tahun politik lantaran bisnis pariwisata dan kuliner halal semakin diminati masyarakat. "Saya lihat ke depan pasti lebih menggairahkan. Kalau dilihat orang sudah mulai sadar berinvestasi syariah jauh lebih adil. Di sisi umum memang keliatan akan biasa-biasa aja," ungkap dia.
Namun pencapaian tertinggi diperkirakan diraih oleh asuransi jiwa dengan pertumbuhan mencapai 15 persen atau lebih tinggi. Hal itu merujuk pada pertumbuhan terbesar di 2017 yang didominasi produk asuransi jiwa.

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Dari sisi asuransi jiwa semakin kencang. Pertumbuhan aset syariah 2017 masih tumbuh cukup baik. Khususnya jiwa. Angkanya enggak bisa disebutin. Tapi secara umum pertumbuhan aset masih tinggi," ungkap Ahmad.
Tantangan dan Kendala Asuransi Syariah
Meski diprediksi tumbuh baik, keterbatasan instrumen investasi dalam produk asuransi berbasis syariah masih menjadi tantangan dan kendala ke depan. Salah satu cara mengatasinya dengan mengemas produk yang berbeda dengan asuransi konvensional, misalnya, menambahkan fitur wakaf.
Disamping itu, penetrasi terhadap produk asuransi syariah juga masih rendah jika dilihat dari total penduduk Indonesia yang melek asuransi. Dari sebanyak 15 persen masyarakat Indonesia yang melek asuransi, hanya sebanyak tujuh persen saja sebagai pengguna produk asuransi syariah.

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
"Jadi kalau ditanya asuransi syariah itu apa, itu masih perlu ada penjelasan yang perlu dijelaskan ke masyarakat apa sih keuntungan asuransi. Itu yang belum sampai ke akar rumput," tambah Ahmad.
Berdasarkan data statistik Industri Keuangan Non Bank (IKNB) syariah yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK), per November 2017 total aset asuransi syariah mencapai Rp38,66 triliun naik dibandingkan di November 2016 yang sebesar Rp32,53 triliun. Aset produktif tercatat sebesar Rp33,76 triliun, meningkat dibandingkan November 2016 yang sebesar Rp 28,17 triliun.

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Total kontribusi bruto sampai November 2017 mencapai Rp12,31 triliun, meningkat dibandingkan posisi November 2016 yang sebesar Rp10,91 triliun. Sedangkan klaim bruto juga mengalami peningkatan dari Rp4,01 triliun pada November 2016 menjadi Rp4,32 triliun pada November 2017.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News