Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Rhenald Kasali menilai aneh jika pembentukan holding yang hampir selesai ini masih saja dipersoalkan.
"Saya melihatnya dari kaca mata ilmu yang saya dalami yaitu manajemen dan ekonomi. Saat ini kita tak bisa bersaing dengan cara-cara yang lama," kata dia kepada medcom.id, di Jakarta, Kamis, 23 November 2017.
Dia menuturkan, dahulu pengembangan bisnis perusahaan pelat merah di bidang pertambangan hanya mengandalkan jual beli komoditas dan mereka puas atas bisnis tersebut.
Padahal komoditas itu ibarat memetik bahan mentah yang memang sudah diberikan oleh alam. Tanpa menggunakan teknologi yang canggih dan menjualnya dengan harga yang murah. Kemudian harganya terombang-ambing di pasar global.
"Begitulah tambang-tambang kita karena yang dijual cuma tanah yang dikeruk dari perut bumi," ungkap dia.
Untuk dapat bersaing, ia melanjutkan perlu dibentuk badan usaha skala besar yakni holding BUMN atau merger antar perusahaan. Dengan begitu perusahaan akan besar dan bisa mencapai cita-citanya salah satunya mencaplok divestasi saham PT Freeport Indonesia.
"Untuk bersaing kita perlu bukan cuma holding, tapi merger supaya kuat. Supaya impian kita benar-benar baru," imbuh dia.
Ia juga menambahkan, di negara-negara lain pembentukan holding sudah dilakukan yakni Malaysia dan Singapura. Mereka membentuk Khazanah dan Temasek untuk mengambil alih bisnis-bisnis sejenis.
"Lihatlah Khazanah (Malaysia), bahkan bisa mengambil alih banyak bisnis-bisnis kita karena mereka kuat dan besar. Lihat Temasek (Singapura). Semuanya holding. Jadi holding itu bagus bagi bangsa kita. Bukan bersaing kecil-kecil," tutup dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News