Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kemendag, Karyanto Suprih mengatakan, saat ini memang sudah ada pembicaraan terkait usulan penyetopan ekspor tersebut di kementerian dan lembaga terkait. Namun, memang belum ada putusan apa pun.
"Kami dari sisi pemerintah, apa yang diputuskan pimpinan ya kita harus siap. Itu kita tinggal tunggu perintah saja. Rapat-rapat inter kementerian lembaga sudah. Apa yang harus kita lakukan itu sudah," kata Karyanto kepada Metrotvnews.com, di Jakarta, Jumat (15/7/2016).
Karyanto pun tidak memungkiri dampak yang timbul akibat penyetopan ekspor karena penurunan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) di sektor minerba. Sebab, Filipina merupakan pasar besar untuk batu bara Indonesia. Namun, satu nyawa warga negara itu sangat berarti.
"Begini, jangan bicara soal keuntungan. Bagaimana warga negara ini prihatin atas penyanderaan. Satu nyawa WNI itu berharga sekali. Kita harus kompak," ucap Karyanto
Sementara itu, pengamat Ahmad Redi menegaskan ketidaksetujuannya jika penyetopan ekspor dengan alasan penyanderaan tersebut. Ahmad menuturkan, kalau penyetopan ekspor ini dengan alasan jangka panjang yakni merubah paradigma batu bara bukan menjadi komoditas tapi modal pembangunan baru dirinya setuju.
"Tapi kalau ekspor ini disetop untuk jangka panjang, mengubah paradigma. Sebagai modal dasar pembangunan ya harus dukung. Kalau hanya melepaskan sandera, itu enggak terlalu bagus kebijakan itu. Enggak pas lah," jelas Ahmad.
Ahmad melanjutkan, program jangka panjang tersebut diantaranya peningkatan nilai tambah seperti menjadikan batu bara cair, batu bara gas, dan lain-lain. Sehingga minyak bumi bisa tergantikan.
Dari pihak Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) juga menolaknya. Direktur Eksekutif APBI, Supriatna Suhala mengatakan penyetopan ekspor tidak hanya berdampak pada penerimaan negara saja, tapi juga akan berdampak ke industri hulu batu bara, dan para pekerjanya.
Selama ini, Filipina telah mempercayai Indonesia untuk kebutuhan batu bara mereka, di mana 95 persen batu bara Filipina berasal dari Indonesia.
"Tidak penerimaan negara saja, akan berdampak pada hulunya, kurang kerjaan, mencari pasar 15 juta ton ke Filipina itu tidak mudah. Berlangsung dua tahun terakhir. Sebelumnya 7 ton, naik 10 ton, lalu 12 ton. Mereka mempercayai Indonesia sebagai pemasok batu bara. 95 persen lebih itu impor dari Indonesia," tutup Supriatna.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id