"Harga tiket tergantung pada supply and demand, sejalan dengan hukum ekonomi. Ketika permintaan tinggi maka di situ ada penawaran," ujar Peneliti Indef Rizal Taufikurahman, seperti dikutip dari Antara, di Jakarta, Sabtu, 28 Desember 2019.
Namun, lanjut dia, selama tidak melewati tarif batas atas dan batas bawah yang telah ditetapkan pemerintah maka tarif yang dikenakan perusahaan maskapai penerbangan dianggap tidak menyalahi aturan.
Terkait langkah pemerintah yang berencana mengkaji avtur satu harga agar harga tiket pesawat dapat ditekan, menurut Rizal, dampaknya tidak akan signifikan terhadap penurunan harga tiket pesawat.
"Bukan karena harga avtur, karena harga avtur tidak berpengaruh signifikan terhadap tiket. Sekali lagi, harga tiket tergantung pada 'supply and demand'," tegasnya.
Ia mengatakan seiring dengan membaiknya infratruktur darat akan membuat permintaan terhadap transportasi udara menurun. Situasi itu, dapat membuat harga pesawat tertekan. "Namun, beda cerita jika antarpulau," ucapnya.
Kendati demikian, ia berharap, pemerintah dapat menemukan solusi agar harga tiket pesawat dapat lebih ditekan mengingat Indonesia merupakan negara yang terdiri dari kepulauan.
"Harga tiket pesawat yang ditekan tentunya akan berdampak positif bagi industri pariwisata nasional yang akhirnya dapat mendorong ekonomi daerah meningkat. Dengan begitu, ekonomi nasional akan tumbuh secara berkelanjutan," katanya.
Sebelumnya, pemerintah menyatakan terus berupaya menekan harga tiket pesawat guna mendukung sektor pariwisata yang dinilai sedikit kurang bergairah pada 2019. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama mengaku terus berkoordinasi dengan Menhub Budi Karya dan Menteri BUMN Erick Thohir untuk mengkaji masalah tersebut dan mencari solusinya.
"Saya bersama Menteri Perhubungan, Menteri BUMN, akan me-review semua kemungkinan untuk menekan harga tiket. Salah satu faktor utamanya kan harga tiket. Itu juga ada laporannya AP II soal masalah turunnya jumlah okupansi," katanya ditemui di kediaman Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News